Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

The MSI "Game" With Assassin's Creed

Bagi kebanyakan orang, bermain game mungkin menjadi sekedar sarana mengusir kebosanan. Tapi bagi sebagian yang lain, game bisa jadi hal yang sangat menarik antusiasme dan menjadi bagian dari aktivitas mereka sehari-hari. Ceruk pasar inilah yang membuat berbagai produsen notebook dan PC gaming ikut-ikutan berkompetisi untuk memenangkan "game" dalam market ini, tak terkecuali MSI.     MSI sebagai salah satu produsen notebook dan PC dari Taiwan yang secara khusus menyasar segmentasi gamer memunculkan gerakan dahsyat di penghujung 2016 dan awal 2017 ini. Ibarat gerakan parkour yang lincah dan gesit, begitu pula cara MSI bertarung dengan para kompetitornya melalui kolaborasinya dengan game Assassin's Creed dan 20th Century Fox.      Sudah banyak memang cerita film yang diangkat dari game fenomenal, seperti Mortal Kombat, Street Fighter, Tomb Raider dan sebagainya, namun Assassin's Creed memberikan gebrakan fantastis dengan kolaborasi-nya bersama perusahaan-perus

Why The Copycat Brands Exist?

Siapa nama murid paling populer ketika Anda masih berada di bangku sekolah? Berapa banyak anak yang ingin menjadi sepertinya? Mengapa dia bisa terkenal, adalah frasa yang kemudian menjadi latar belakang banyak siswa lain yang ingin mendapatkan kepopuleran seperti si charming itu.      Begitu pula ketika sebuah bisnis ingin dikembangkan, banyak start up yang ogah bertarung di liarnya persaingan bisnis sehingga membuat produk dengan konsep dan jenis yang memiliki kemiripan dengan produk yang telah sukses terlebih dahulu. Alasan-alasan secara terperinci lain yang melatarbelakangi unsur copycat ini menurut penulis antara lain: Produk Daily Needs: Sudah dipastikan sebelumnya oleh si pembuat produk bahwa produk yang  akan dipasarkannya adalah produk yang lazim dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari, dia tiru keunggulan dari produk yang sudah terkenal lebih dulu sebelumnya lalu mengemas dengan konsep yang sedikit berbeda (merk baru) tapi tetap ada kemiripan dengan harga cenderung le

Pasarpolis.com, Solusi Di Tengah Pasar yang Meragu

Kehadiran teknologi dalam memudahkan kehidupan sehari-hari membuat sebagian besar entitas bisnis bergerak mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir begitu pesat perkembangan berbagai lini bisnis yang masuk ke ranah teknologi, tidak terkecuali bisnis financial atau yang kini kerap disebut Fintech (Financial Technology). Fintech diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengelola maupun mempermudah transaksi dalam kehidupan sehari-hari seperti pembayaran e-commerce, transportasi, asuransi, dan berbagai macam kebutuhan yang berkenaan dengan pembayaran. Hal pertama apa yang pertama kali Anda pikirkan jika mendengar asuransi? kebingungan memilih dan membandingkan berbagai macam asuransi atau justru kesal karena ditawarkan asuransi yang tidak Anda butuhkan saat ini? . Asuransi sendiri di Indonesia telah hadir sekitar tahun 1920-1940an , pada masa tersebut  kebutuhan masyarakat cenderung berbeda dengan kebutuhan asuransi pada saat ini. Jika

The Tangible Assets Named Human Resource

Sebagian besar dari netizen sudah terbiasa untuk memberikan ulasan atau review untuk tempat makan, hotel atau tempat wisata. Kira-kira, sudah lazimkah kita me-review secara online tempat kerja? Ternyata situs pencari kerja online jobstreet memiliki fitur memberikan ulasan mengenai sebuah tempat kerja. Pada era lama hingga awal tahun dua ribuan, mendapatkan pekerjaan adalah hal yang menantang. Beberapa perusahaan tampil kokoh sebagai institusi yang superior sehingga alur komunikasi hierarkis secara vertikal (atasan dan bawahan) di internal begitu terlihat dominan. Faktor yang mendukung budaya tersebut di era itu adalah dikarenakan: mencari pekerjaan itu sulit dan banyak SDM yang berminat pada posisi pekerjaan tersebut.  Apa yang dilakukan Jobstreet dengan membuat fitur ulasan perusahaan tersebut, memiliki kemungkinan karena melihat fenomena yang berkembang saat ini. Fenomena tersebut yakni, banyak SDM yang lebih menyukai pola kerja dinamis dengan kultur komunikasi horizontal

Sense of Story and Sex

Apa yang ada dalam benak Anda ketika ditanyakan soal alat kontrasepsi berupa kondom? Bisa jadi persepsi setiap orang akan berbeda, tapi mungkin kebanyakan akan menjawab untuk menjaga kualitas sex yang aman dan mencegah kehamilan. Lalu bagaimana kalau Anda ditanya, merk kondom apa yang paling Anda kenal? Penulis yakin, Anda bisa menjawab lebih dari 1 merk. Hanya saja ada satu merk yang khusus akan dibahas dalam tulisan kali ini, Durex. Bahkan soal urusan sex, kini Durex bermain dengan simbol-simbol yang lebih halus. Dalam kampanye terbarunya yang digulirkan di dunia maya dengan hashtag #EnaknyaDilamain, Durex menggunakan tanda yang implisit berupa chemistry antara dua sejoli yang saling memiliki ketertarikan secara fisik (dan sex). Sebagai alat kontrasepsi yang berfungsi untuk menjaga hubungan sex secara aman dan sehat dengan demikian, Durex juga ingin menunjukkan bahwa produk kontrasepsi ini adalah sarana untuk memberikan ekspresi cinta kepada pasangan. Iya, bahwa karena cinta, se

DELL in The Battle With JASON BOURNE

Serial film Bourne mengeluarkan seri terbarunya akhir Juli 2016 ini bertajuk Jason Bourne. Kisah sang agen rahasia kembali dikulik setelah dia dianggap pemberontak oleh CIA dan berniat menggali informasi tentang masa lalunya. Dukungan teknologi informasi menjadi bagian dari senjata dalam pertarungan Bourne kali ini. Teknologi informasi yang terintegrasi dalam database, media sosial dan device dikemas dalam intrik yang berkontribusi dalam pertarungan secara fisik yang sengit antara Jason Bourne dengan musuh-musuhnya. Device menjadi properti paling menonjol sebagai representasi teknologi informasi dalam film Jason Bourne dan DELL hadir sebagai device dalam pertarungan di film jason Bourne di ranah digital. Dalam film ini secara eksplisit ditampilkan antar notebook dan PC dari DELL yang bertarung dalam menjaga serta merebut data yang menjadi sumber masalah bagi Bourne maupun CIA. Tentu saja, selain ketangguhan Bourne dalam bertarung, penonton juga menjadi penasaran akan ket

Sharing for Caring?

Setiap kali kita berinteraksi dengan internet, senantiasa kita menerima sajian berbagai macam informasi yang dibagikan (sharing) oleh netizen yang berada dalam ruang lingkup sosial kita di dunia maya, baik kontak di email, chat, ataupun media sosial. Bagi sebagian dari kita, informasi yang dibagikan tersebut bisa saja bermanfaat, biasa saja atau tidak berpengaruh namun bisa juga terasa mengganggu.       Terlepas dari apa latar belakang atau tujuan netizen untuk membagikan informasi melalui internet, mari kita coba kenali tipe-tipe sharer atau pembagi informasi di internet berikut: HIPSTER: Tipikal sharer yang sering ambil andil dalam istilah kekinian. Semua informasi yang dianggap nge-hits atau kekinian menjadi objek yang sangat digandrungi kaum hipster untuk dibagikan. Kebanyakan dari mereka merasa penting untuk ikut membahas topik yang sedang ramai diperbincangkan, apapun itu mulai dari gaya hidup, keluarga hingga politik. CAREERIST: Tipikal sharer yang peduli untuk mengi

The Exquisite of Brand Equity

Impian setiap brand manager bisa jadi adalah membuat brand yang dikembangkannya menjadi bagian dari kehidupan konsumennya. Dari mulai bangun tidur, beraktivitas hingga si konsumen beristirahat, brand-brand tersebut mengiringi hari-hari si konsumen dan dia menggunakannya dengan pride atau penuh kebanggaan.       "I need that brand, since its valuable for me" "I want this one, always put it on my top list, yeah it defines me when I wore it" Menjadi kalimat yang diharapkan oleh brand manager untuk keluar dari mulut target market yang disasar oleh sebuah brand. Kemunculan ungkapan demikian dari konsumen telah menjadi penanda bahwa sebuah brand telah memiliki ekuitas (brand equity). Lalu, hal-hal apa sajakah yang membuat sebuah brand atau merek bisa memunculkan ekuitas? Menurut  Aaker (1991: 39), terdapat empat elemen dalam ekuitas merek ini  Brand awareness  (kesadaran akan merek), yakni kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebu

Burza Hotel Story: From Automotive to Hospitality Service

Perkembangan hotel di Yogyakarta saat ini bagi penulis diibaratkan seperti dongeng "Jack and The Beanstalk". Dalam dongeng tersebut, si Jack yang anak petani, hari ini menabur biji kacang di kebun dan besoknya sudah tumbuh pohon kacang raksasa. Demikian ibaratnya pembangunan hotel di Jogja, hari ini peletakan batu pertama, tidak lama lagi hotelpun sudah opening. Persaingan industri hospitality-pun menjadi semakin rigid, terutama pada segmentasi budget hotel. Fenomena inipula yang dihadapi oleh Burza Hotel Yogyakarta.     Terletak di area selatan kota Jogja tepatnya di Jalan Jogokaryan, Burza Hotel yang dimiliki oleh PT Lautan Berlian Utama Motor, menyajikan konsep budget hotel bintang 3 dengan value yang berbeda dibanding budget hotel lainnya. Diferensiasi yang diusung oleh Burza Hotel Yogyakarta adalah konsep yang menonjolkan unsur seni dan budaya lokal. Tema seni dan budaya yang ditampilkan oleh Burza Hotel Yogyakarta adalah falsafah tokoh pewayangan "Punakawa

The AXElerate & Scented Keenan Pearce

Membangun branding dengan story telling bukanlah hal yang asing lagi saat ini. Tapi, siapa bilang kalau alur branding dengan cara ini hanya cocok untuk segmentasi perempuan saja? Kita bicara tentang AXE, produk body spray deodoran yang segmentasinya didominasi oleh kaum adam ini mulai mengikuti alur story telling dalam kegiatan branding-nya.      Bertahun-tahun kita disuguhi imej AXE sebagai merk deodoran  dengan aroma seducing, seperti ditampilkannya iklan tentang pria yang selalu menarik hasrat para wanita (secara seksual) setelah mereka menyemprotkan deodoran AXE ini pada badan mereka. Kini, AXE dengan cara yang lebih sophisticated, membangun cerita tentang karakteristik brand-nya melalui kampanye AXElerate.       Adalah Keenan Pearce, satu dari tiga endorser varian terbaru dari deodoran AXE ini. AXE yang mulai membranding produknya dengan kampanye cowok kalem, mengajak Keenan untuk membangun story telling akan imej baru AXE tersebut, ditambah lagi adanya sentuhan imaji sut

Raline and Flagrant Couture by BerryBenka

Kolaborasi menjadi strategi endorsing baru ala BerryBenka. Dengan cara ini, BerryBenka tidak hanya menayangkan sosok endorser sebagai duta sekaligus model untuk produk yang dibawakannya tetapi menampilkan mereka layaknya style creator.        Di tahun 2016 ini, online fashion &beauty retail ini mengajak kolaborasi 3 ikon perempuan sesuai dengan segmentasi masing-masing yakni Jessica Mila yang mewakili segmen remaja aktif, Raline Shah yang mewakili citra perempuan lajang modern dan Marsha Timothy yang mewakili ibu-ibu muda dinamis. Secara spesifik ulasan di artikel ini akan membahas kolaborasi BerryBenka dengan Raline Shah.      Tampaknya segmentasi perempuan lajang lebih mendominasi dalam produk yang dijual oleh BerryBenka, mengapa demikian? Bila kita lihat porsi kolaborasi antara Jessica Mila, Raline Shah dan Marsha Timothy maka Raline Shah terlihat paling banyak mengusung klasifikasi produk di mana kolaborator lain hanya mengusung 1 paket koleksi yang terdiri dari bebera

Ada Apa Dengan Co-Branding?

Berapa purnama yang harus dilewati Cinta dan Rangga setelah 14 tahun berpisah? Tampaknya penantian cinta antara dua insan yang pada tahun 2002 lalu masih diceritakan sebagai remaja usia SMA juga dinantikan banyak "mantan" remaja yang dulu menyukai kisah mereka. Sehingga di bulan April 2016 ini, tak ayal Ada Apa Dengan Cinta 2 menjadi salah satu film yang diprediksi akan memunculkan antrian panjang di bioskop. Metamorfosa tokoh-tokoh dalam AADC2 dengan cerita sebelumnya kemudian menjadi angin segar bagi para pemilik brand untuk melakukan promosi. Tentu saja hal ini menjadi nilai positif untuk tingkat komersial film AADC2 itu sendiri. Karakter Cinta, Rangga dan teman-temannya berusaha dikorelasikan dengan karakteristik beberapa brand yang terlibat sebagai sponsor film ini.  Banyak sekali brand yang sudah terlibat, tampaknya mereka berlomba-lomba untuk engage  dengan reunian genk Cinta ini. Dari sekian sponsor yang berkolaborasi dalam komunikasi pemasaran Ada Apa De

ASUS and Sustainable Technology

Sebagaimana tagline yang sudah melekat padanya: In Search of Incredible , Asus senantiasa berusaha memberikan hal-hal ajaib kepada target penggunanya melalui inovasi maupun strategi pemasarannya. Dalam pengamatan penulis, sebagai brand yang mengusung "Incredible", Asus membentuk dua keunggulan dalam strategi pemasarannya yaitu untuk menjadi historical serta sustainable.      Dalam berbagai medan, Asus berusaha mencatat sejarah (historical) akan performa produk serta teknologi yang dibawanya. Sebagaimana yang disampaikan dalam Asus Commercial Business Catalog terbarunya, teknologi yang dibawa perusahaan asal Taiwan ini berhasil menunjukan daya saing dengan mengandalkan ketahanannya: Di Jalan Teknologi dari Asus terintegrasi dengan GPS untuk menampilkan peta dinamis di balapan PATAGONIA 2000 sekaligus sebagai perangkat komunikasi mobile. Kemampuan teknologinya sebanding dengan daya tahannya dalam melewati panasnya gurun dan pegunungan berselimut salju dalam balapan

Love Me - Love Me Not - Tele Marketing

At the first time you're in: YOU'RE IN! Seperti itulah ketika pengajuan aplikasi kartu kredit pertama kita mendapatkan approval. Sekali masuk ke dunia kartu kredit maka akan banyak tawaran produk yang berkorelasi dengan transaksi kartu kredit berdatangan. Seperti asuransi, paket voucher liburan dan penawaran untuk pendaftaran kartu kredit dari bank lain. Semuanya akan menghampiri kita melalui panggilan ke ponsel dari para tele marketing.      Sebelum mendapatkan kartu kredit pertama kita, suara tele marketing adalah hal yang begitu dirindukan, memastikan verifikasi data mendapatkan persetujuan dan kebutuhan bertransaksi dengan kartu kredit akan dapat segera terpenuhi. Tapi ibarat setiap hari kita  disuguhi dengan menu yang sama, mendapatkan panggilan dari tele marketing menjadi hal yang menjemukan apalagi apabila kita dihubungi di tengah-tengah kesibukan yang sedang kita kerjakan. Target konsumenpun juga menjadi sensitif dan dramatis ketika ibaratnya "perhat

Apalah Arti Sebuah Nama (Merek) ?

Sebutkan apa yang ada dalam benak Anda ketika mendapat daftar informasi sebagai berikut: Obat masuk angin Sabun pencuci piring Deterjen pakaian Apakah Anda menjawab: Tolak Angin, Sunlight dan Rinso? Atau setidaknya daftar merek itu yang ada di benak penulis ketika mendapatkan daftar informasi tersebut di atas. Sekarang coba kita berandai-andai ketika kita sudah bertemu dan berkenalan dengan seseorang namun ketika bertemu kembali, orang tersebut tidak ingat dengan nama kita. Walaupun suasana tersebut akan menjadi an awkward moment,  tidak ada salahnya bagi kita untuk kembali memperkenalkan diri, itulah yang disebut bagian dari fungsi marketing.       Bisa dibilang ini adalah sebuah kesuksesan ketika sebuah nama merek berada dalam top of mind audiens. David Aaker dalam buku Managing Brand Equity mendefinisikan nama merek sebagai indikator utama dari merek serta dasar bagi awareness pelanggan terhadap merek dan usaha komunikasi yang dilakukan perusahaan terhadap merek.  

How To Advertise At Social Media Buzzer

Beriklan secara konvensional biasa dijalankan melalui media seperti TV, koran, radio dan majalah. Ketika sebuah brand membuat iklan dengan menggandeng seorang endorser, sudah wajar apabila si endorser di-create untuk membawakan karakter seperti yang brand tersebut inginkan. Dengan demikian, audiens yang menerima informasi melalui iklan tersebut dapat mengkorelasikan antara value dari brand dengan karakter si endorser. Seperti ketika produk shampoo Tresemme menggandeng Velove Vexia, selebriti muda yang pengkarakter-annya di mata publik belum terlalu kuat, oleh Tresemme dibentuklah citra sesuai dengan karakter brand shampoo tersebut. Namun, bagaimana bila sebuah brand ingin beriklan di posting-an milik buzzer atau social media celebrity? Brand yang beriklan pada buzzer hanya bisa memberikan brief namun tidak memiliki kuasa penuh untuk merubah karakter si buzzer sesuai dengan brand yang akan dipromosikan. Sehingga, pemilik brand perlu memperhatikan beberapa hal berikut bila ingin

Netflix - Caught In The Middle

Kehidupan masyarakat urban yang makin sibuk sangat dimungkinkan untuk membutuhkan refreshment  di tengah-tengah kesibukan mereka. Apalagi sarana hiburan yang mudah diakses, ada dalam genggaman dan tidak menyita banyak waktu? Tentu saja adalah gadget. Netflix muncul ditengah-tengah "kegalauan" akan masyarakat urban tersebut di awal 2016 ini. Brand ini menyajikan hiburan berupa streaming film dengan praktis dan bisa diakses secara online di manapun dan kapanpun.      Bagi penulis, kemunculan Netflix juga tidak hanya di tengah-tengah hiruk pikuk-nya masyarakat urban tetapi juga kesesuaian tarif dengan gaya hidup kelas menengah serta usia pertengahan atau muda-dewasa (25-35 tahun). Yak, seolah-olah Netflix telah caught in the middle atau   ditangkap oleh segmentasi pasar kelas menengah. Bagi mereka yang hobi menonton film, menyajikannya sebagai hiburan dengan akses yang mudah akan menjadi kebutuhan dan Netflix memunculkan prioritas tersebut. Adapun rate paket berlangganan