Langsung ke konten utama

Fait D'Excuse Dalam Pekerjaan


Kembali penulis melakukan analogi antara konflik di dalam lingkungan pekerjaan dengan istilah hukum. Kali ini penulis mengangkat tentang istilah hukum pidana "Fait D'Excuse" yakni hal-hal yang dapat membebaskan atau memaafkan pelaku atas tindak pidana yang dituduhkan kepadanya. Ada beberapa hal dalam KUHP yang mengungkap alasan kenapa seseorang dapat dibebaskan dari tuduhan tindak pidana. Namun artikel ini tidak akan membahas hal tersebut. Korelasi yang ingin ditunjukkan oleh penulis adalah antara pelanggaran aturan dalam lingkungan pekerjaan yang dapat dimaafkan.

Dalam suatu pekerjaan, penulis memiliki keyakinan bahwa tipikal executive yang memilih aman dengan selalu patuh pada rule, memperhatikan arahan dan melakukan semua seperti arahan yang diperintahkan atasan biasanya akan bekerja lebih lambat daripada yang suika mencari alternatif dalam penanganan suatu pekerjaan dan menemukan gayanya sendiri dalam bekerja. Hal ini bermaksud diorientasikan untuk hal-hal yang solutif jadi bukan bekerja sekenanya saja.

Kita pasti mengenal SOP atau Standard Operational Procedure untuk dijadikan acuan dalam melakukan suatu pekerjaan di sebuah perusahaan. Menurut penulis, pada dasarmya SOP adalah acuan garis besar yang dapat digunakan landasan oleh pekerja untuk menuntaskan pekerjaannya. Perusahaan yang tidak memiliki SOP besar kemungkinan tidak akan menjadi sustainable. Namun pertanyaannya adalah, haruskan karyawan menjalankan SOP secara detil? Bagi penulis tentu tidak. 

Ada pengecualian atau case-case tertentu untuk tidak terpaku pada SOP namun berorientasi pada hasil, hal ini biasanya terjadi di tengah-tengah deadline yang super ketat sehingga banyak pekerja yang mencari alternatif dan solusi terbaik serta tercepat untuk mencapai target meski kadang harus melanggar SOP. Perlakuan yang diperbolekan dalam hal pelanggaran SOP perusahaan ini biasanya berorientasi pada customer satisfactory prior. Dalam melaluinya biasanya muncul conflict of interest antar departemen. Karena tidak mungkin pelanggaran SOP hanya dilakukan oleh 1 departemen saja. Jadi intinya, apapun yang dilakukan ketika seseorang melakukan pelanggaran dalam suatu aturan operasional yang sudah ditetapkan oleh eprusahaan, tentulah harus mengacu pada hal-hal yang bersifat best output sehingga dukungan dapat direalisasikan oleh perusahaan terhadap pelanggaran tersebut.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer