Langsung ke konten utama

Kalau Sabun Bikin “Opera Sabun”



Pengalaman, itulah yang ingin disajikan sebuah merk ketika merilis program marketingnya kepada konsumen. Kali ini, penulis akan membahas mengenai pengalaman konsumen menggunakan sabun Lux dengan berandai-andai menjadi seorang perempuan yang selalu ingin tampil mempesona.
            Tahukah Anda dengan istilah “Star Rising”? Menurut penulis, Star Rising adalah bagian dari “opera sabun” yang dibuat oleh sabun Lux sebagai kampanye program marketingnya beberapa tahun lalu. Muncullah nama Mariana Renata, seorang model berparas lembut yang akhirnya namanya mencuat dan mampu meraih perhatian publik ketika dia membintangi sebuah film berjudul “Janji Joni” yang juga disponsori oleh sabun Lux di saat Lux sendiri sedang melancarkan kampanye “Pancarkan Pesona Bintangmu”.

            Mariana Renata yang waktu itu baru saja datang ke Indonesia setelah lama tinggal di luar negeri telah di-set sedemikian rupa oleh Lux sehingga seolah-olah Lux telah berhasil memancarkan pesona bintang dalam diri Mariana Renata ketika dia tampil membintangi film “Janji Joni” bersama Nicholas Saputra. Cerita itulah yang ingin diarahkan menjadi pengalaman para konsumen ketika menggunakan sabun Lux.
            Mengeksplorasi para perempuan yang selalu ingin tampil mempesona menjadi tujuan utama Lux. Jadi, seandainya penulis sebagai perempuan yang menggunakan sabun Lux, akan lebih berorientasi pada pengalaman sebagai konsumennya, yaitu punya pesona bintang yang akan makin terpancarkan setelah menggunakan sabun Lux. Selain itu, dalam kampanye tersebut, sepertinya Lux juga menyasar kaum perempuan dari sisi “drama queen” mereka. Dengan menyentuh sisi “drama queen” konsumennya, Lux juga tampil sebagai motivator bagi para perempuan untuk konsisten dengan tujuan dan cita-cita dengan selalu memancarkan pesona bintang hingga mereka dapat menjadi se-berkilau Mariana Renata. Apalagi karakter Mariana Renata dalam film “Janji Joni” disandingkan dengan Nicholas Saputra dimana hal itu menjadi impian perempuan-perempuan muda lainnya. Engagement yang dibentuk oleh Lux melalui “Pancarkan Pesona Bintangmu” adalah menyajikan pengalaman kepada pemakai sabunnya untuk lebih percaya diri dengan memancarkan aura bintang setelah menggunakan sabun Lux.
            Sebagai komparasi, kebetulan penulis saat ini tidak menggunakan sabun Lux. Ada beberapa alasan kenapa penulis memilih produk sabun lain untuk digunakan. Saat ini penulis menggunakan sabun anti kuman Dettol, bukan lantaran semata-mata terpengaruh iklan. Namun lebih karena penulis yang menyadari memiliki kulit berminyak sehingga membutuhkan sabun anti kuman yang berfungsi menekan sebaran kuman sehingga mampu mencegah keringat berlebih dan bau badan.

            Bicara soal sabun anti kuman sebenarnya ada banyak sabun anti kuman yang ditawarkan di pasaran ini. Dari variasi produk sabun anti kuman tersebut, barulah penulis dipengaruhi oleh iklan. Penulis memilih Dettol sebenarnya simpel, karena kemasan serta logo-nya yang didominasi warna hijau. Hijau adalah warna favorit penulis yang penulis yakini warna hijau adalah simbol kepercayaan diri baginya. Sebenarnya ada Lifebuoy yang pada dasarnya telah muncul sebagai Top of Mind sebagai sabun anti kuman bagi konsumennya. Namun penulis tetap meilih Dettol karena merasa ada bagian yang nyambung antara konsep produk anti kuman serta kemasan warna hijau-nya dengan hal yang diinginkan penulis untuk sebuah produk sabun. Entah apakah ketika kemasan dan logo Dettol berubah nantinya menjadi tidak didominasi hijau, penulis masih akan tetap menggunakannya? Let’s see later!
            Kembali kepada sabun Lux. Kenapa Lux memilih target perempuan? Termasuk hingga membuat program “Pancarkan Pesona Bintangmu”? Mari kita lihat esensi dari pentingnya penentuan target pasar dalam komunikasi pemasaran. Tim Markplus Institute of Marketing mengungkapkan; Menetapkan sasaran pasar penting bagi perusahaan karena dua hal berikut:
1.      Pelanggan memiliki karakter dan kebutuhan yang beragam sehingga harus dikelompokkan ke dalam segmen-segmen terkecil dengan karakter yang sama.
2.      Perusahaan memiliki sumber daya yang terbatas untuk ditawarkan ke semua pasar, sehingga perusahaan harus memilah alokasi sumber daya yang tepat ke pasar yang tepat.
Dengan memperhatikan pernyataan dari tim Markplus Institute of Marketing tersebut maka tampak bahwa Lux mengamini hal tersebut karena paham akan pentingnya menentukan target pasar. Dan ternyata, dengan menyasar target perempuan, Lux dirasa telah mampu menyentuh sisi emotional konsumennya secara personal. Pada tingkat ini, proses internalisasi merek mulai dipromosikan keluar, membuat hubungan merek dengan konsumen sebagai bagian budaya yang experiental (membuat pengalaman) sehingga konsumen akan merasa telah “tidur”, “makan” dan “menikmati hari” bersama merek tersebut. Seperti Lux yang mampu membuat para perempuan senantiasa merasa memancarkan pesona bintangnya.

Referensi:
Tim Markplus. The Official MIM Academy Coursebook: Brand Operation. Esensi-Erlangga Group. Jakarta: 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer