Langsung ke konten utama

Teori Jaringan Dalam Komunikasi Organisasi



Dalam suatu organisasi terdapat jaringan-jaringan yang memiliki persamaan atau biasa disebut dengan klik. Kumpulan dari beberapa “klik” dapat menimbulkan perbedaan di antara mereka. Oleh sebab itu diperlukan sosok yang dapat menjadi pemersatu di antara “klik” untuk lebih meminimalisir bertambahnya jumlah “klik” dalam organisasi tersebut.
Paling tidak ada 4 gagasan dari Mooney dan Reiley tentang jaringan organisasi :
1.         Koordinasi untuk menyatukan unit kerja yang mempunyai tujuan yang sama.
2.         Skala untuk menetapkan jarak berdasarkan hierarki.
3.         Fungsionalisasi, yang menerangkan gagasan tentang spesialisasi
4.         “Staff” dan “line” untuk menerangkan bahwa line bertugas melaksanakan tugas pokok sedangkan staff melaksanakan tugas adsministratif yang menunjang pekerjaan pokok.
            Oleh sebab itu, teori jaringan dipergunakan untuk mengakomodir ke-empat gagasan tersebut. Teori jariangan dalam komunikasi organisasi dapat meliputi komunikasi formal maupun informal. Dalam komunikasi formal, “penghubung” jaringan dapat menerapkan pola komunikasi secara vertikal (instruksional atau upward ke downward), horizontal (koordinasi antar level hierarki yang sama) dan diagonal (dari level hierarki yang lebih atas dari divisi lain ke level hierarki yang lebih bawah ke divisi lain, begitu pula sebaliknya): Bettinghaus, 1968 (dalam Alo Liliweri; 1997).
            “Penghubung” yang bisa dijalankan oleh pimpinan atau HRD atau PR perusahaan ini sebaiknya juga dapat menjalankan pola komunikasi informal dalam teori jaringan yaitu membentuk momen-momen khusus untuk berkomunikasi dengan tim secara santai misalkan melalui gathering, outbond dll.

Ket: Diunggah ke blog pribadi penulis: http://ardhiwidjaya.blogspot.com

Sumber:
Faisal Afiff, R. Paemeleire dan L. Uytterschaut. 1994. Seluk Beluk Organisasi Perusahaan Modern. Bandung : Penerbit PT Eresco
http://agustocom.blogspot.com/2010/12/teori-jaringan-dan-perubahan-sosial.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Bercerita Leonie, Tako & Ruth Lewat Cupcakestory

  Pepatah lama pernah mengatakan “say it with flower!” Tapi sekarang, tiga ibu kreatif bernama Leonie, Ruth dan Tako dapat mengganti pepatah tersebut dengan “say it with cupcake!” Sebab produk cupcake dengan brand Cupcakestory yang mereka kreasikan memang menyajikan kue dalam wadah kecil – cup – yang dihiasi dekorasi penuh cerita sesuai dengan keinginan pemesannya, dikemas secara personal. Lalu, bagaimana usaha unik ini terbentuk dan apa latar belakang ketiga perempuan ini? Berawal dari Leonie, yang berlatar belakang wirausaha coffeeshop dan homestay yang ingin menjadi lebih produktif di masa pandemi. Perempuan bernama lengkap Leonie Maria Christianti ini sebenarnya sudah lebih dari satu dekade berkutat dengan dunia cupcake decorating namun belum pernah dibranding secara lebih serius. Saat pandemi muncul di quarter kedua 2020, Leonie memaksimalkan potensinya dengan mengadakan kelas online mendekorasi cupcake dan masih tanpa brand. Aktivitas yang dikerjakan Leonie membuat dua rekannya

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer