Langsung ke konten utama

Seberapa Pantas “Ayo Memilih” Disebut Iklan Layanan Masyarakat?


Pesta demokrasi: demikian pemilu 2014 yang berlangsung 9 April 2014 kemarin disebut. Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya arti sebuah pesta demokrasi bernama pemilu, dibuatlah iklan layanan masyarakat untuk mensosialisasikan agenda ini.“Ayo Memilih” adalah kampanye yang diciptakan pemerintah untuk mensosialisasikan pemilihan Umum 2014 ini. Kampanye ini divisualkan dengan maskot kotak suara yang memiliki anggota tubuh layaknya manusia dan tanpa ketinggalan kelingking berwarna ungu yang berarti sebagai symbol masyarakat yang sudah menggunakan hak suaranya dalam pemilu.
     Dalam kampanye “Ayo Memilih” ini, kemudian dibuatlah beberapa jenis iklan yang memiliki tema sama dengan kampanye utamanya yaitu “Ayo Memilih”. Tujuannya supaya masyarakat dapat terus teringat mengenai arti pentingnya menggunakan hak suara dalam pemilihan umum. Beberapa iklan layanan masyarakat dengan tema “Ayo Memilih” untuk Pemilihan Umum 2014 ini antara lain adalah:
           

1.      TV Commercial
Iklan TV ini menggambarkan sosok public figure yang juga seorang penyanyi yakni Judika yang memiliki kepedulian mengenai arti pentingnya menggunakan hak pilih dalam pemilu termasuk memunculkan kepedulian terhadap kaum difabel yang bagaimanapun juga mereka layak dibantu untuk menggunakan hak suaranya. Iklan ini dikemas dengan lagu yang liriknya mudah diingat dan sarat akan pesan lugas mengenai pentingnya menggunakan hak pilih pada Pemilihan Umum 2014 ini. 

 2.      Banner

Digital banner seperti ini juga banyak bermunculan di website pemerintah daerah atau website institusi pemerintahan lainnya. Diberi penegas dengan font warna merah untuk kata “Ingat!” dantanggal 9 April  2014, seolah memberikan instruksi kepada masyarakat untuk mengingat tanggal 9 April 2014 sebagai momen penting berupa Pemilihan Umum untuk memilih anggota DPR, DPD serta DPRD. Dalam banner tersebut terdapat catatan kaki juga mengenai tanggal Pemilihan Umum untuk Warga Negara Indonesia yang  sedang berada di luar negeri.

     

     Dari 2 contoh Iklan Layanan Masyarakat dalam kampanye “Ayo Memilih” sebagai sosialisasi untuk mengajak masyarakat Indonesia menggunakan hak suara mereka dalam Pemilihan Umum 2014 ini, akan dikritisi oleh penulis, benarkah iklan layanan masyarakat tersebut sudah melayani masyarakat?      

     Kita perlu mengetahui landasan teori dari Iklan Layanan Masyarakat itu sendiri. Menurut Crompton dan Lamb, Iklan Layanan Masyarakat adalah suatu pengumuman atau pemberitahuan yang bersifat non komersial yang mempromosikan program-program kegiatan, layanan pemerintah, layanan organisasi non-bisnis dan pemberitahuan-pemberitahuan lainnya tentang layanan kebutuhan masyarakat di luar ramalan cuaca dan pemberitahuan yang bersifat komersial.        
     Menurut Ad Council dunia, Iklan Layanan Masyarakat yang memiliki etika, unsur cerita atau pesan yang di dalamnya harus bersifat:
(1)   Non komersial,
(2)   Tidak bersifat keagamaan,
(3)   Non-politik
,(4)   Berwawasan nasional,
(5)   Diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat
,(6)   Diajukan oleh organisasi yang telah diakui atau diterima,
(7)   Dapat diiklankan,
(8)   Mempunyai dampak dan kepentingan tinggi, sehingga patut memperoleh dukungan media lokal maupun nasional.

    Dari 8 sifat yang tercantum di atas, penulis akan menekankan pada sifat nomor 3 yaitu non politik. Mengingat Iklan Layanan Masyarakat ini nantinya bertujuan supaya masyarakat memilih salah satu dari beberapa partai politik, namun kita harus pastikan bahwa iklan ini tidak bermuatan politik sedikitpun. Hal ini merujuk pada teori semiotika milik Pierce  terkait dengan tanda dan interpretasi terhadap tanda yang selalu dihubungkannya dengan logika. Yakni segitiga tanda antara ground, denotatum, dan interpretant. Ground adalah dasar atau latar dari tanda, umumnya berbentuk sebuah kata. Denotatum adalah unsur kenyataan tanda. Interpretant adalah interpretasi terhadap kenyataan yang ada dalam tanda. Dimana dari ketiga konsep tersebut dilogikakan lagi ke dalam beberapa bagian yang masing-masing pemaknaannya syarat akan logika.
     Dalam hal Iklan Layanan Masyarakat “Ayo Memilih” ini, secara spesifik penulis lebih mengacu pada logika Denotatum dari Pierce: Dalam Denotatum terdapat konsep berupa icon, index, symbolIcon adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya (terlihat pada gambar atau lukisan), Index adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya. Simbol adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim digunakan dalam masyarakat. Kembali pada Iklan Layanan Masyarakat“Ayo Memilih”, penulis menganggap creator Iklan Layanan Masyarakat ini sungguh berhati-hati untuk menentukan symbol maupun icon yang digunakan sehingga index yang muncul dalam persepsi masyarakat tidak akan bermuatan politik atau condong pada salah satu parta tertentu. Sehingga menurut penulis, kampanye “Ayo memilih” ini layak disebut sebagai Iklan Layanan Masyarakat yang memang bertujuan untuk mensosialisasikan layanan terhadap masyarakat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer