Langsung ke konten utama

Fortais Sentuh Etnografi Kaum Jomblo

Antara ingin menikmati masa kejayaan menjadi lajang bahagia tanpa ikatan, namun juga keinginan memenuhi kebutuhan naluriah untuk hidup berpasangan layaknya kebanyakan orang yang menikah lainnya adalah problematika etnografi kaum jomblo pada umumnya. Fortais atau Forum Ta'aruf Indonesia menyentuh sisi etnografi kaum jomblo tersebut dengan mengadakan acara bertajuk Golek Garwo (Cari Jodoh) yang berlangsung di kantor kecamatan Sewon - Bantul , Yogyakarta pada Minggu, 2 Agustus 2015.
     Fortais sendiri yang dibentuk oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Sewon - Bantul, Yogyakarta di tahun 2010 ini menjadi sebuah aktivasi yang bertujuan mempersuasi masyarakat terutama para jomblo (lajang belum nikah, janda atau duda) mengenai kaidah pernikahan sebagai suatu sarana untuk beribadah. Jalannya sebuah persuasi memang tidak akan mudah diterima oleh publik apabila tidak adanya dukungan bukti yang kuat mengenai esensi dari suatu kampanye tersebut. Tampaknya, Fortais  tidak kekurangan akal untuk mengupayakan persuasi-nya dapat menyentuh sisi kognitif target audiens-nya yaitu para jomblo itu sendiri. Sebagaimana citra kreatif dari propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Fortais juga berupaya mengemas acaranya sekreatif mungkin. Salah satunya adalah dengan memilih MC yang telah merasakan manfaat mengikuti alur kegiatan Fortais hingga akhirnya dia mendapatkan pasangan untuk dinikahi. 

     Acara yang diikuti sekitar 100 peserta usia 25 - 70 tahun dengan dominasi peserta pria 60% dan berlangsung selama 3 jam dari jam 10.00 hingga 13.00 ini diawali dengan membuat permainan yang diupayakan mampu mengakrabkan antara peserta pria dan wanita yang tentu saja disesuaikan dengan kaidah syariah sebagaimana nama forum tersebut. Contoh permainannya adalah menebak nama benda. Salah satu peserta ditutup matanya lalu diminta mengambil lima buah benda dari "kotak mimpi", si lawan jenis yang melihat benda itu lalu mencatat nama bendanya. Pihak yang matanya ditutup harus menebak nama kelima benda itu. Apabila antara si pria dan wanita semakin banyak memberi nama benda-benda itu dengan nama yang sama maka oleh MC yang sekaligus juri maka pasangan ini dianggap memiliki chemistry.
     Program Golek Garwo yang dicanangkan oleh Fortais ini rencananya akan bergulir rutin bulanan di hari Minggu, minggu ke-tiga setiap bulannya. Dengan tujuan untuk men-ta'arufkan (mengenalkan) antara sesama jomblo, Fortais juga memberikan informasi data para anggota berupa nama, profil singkat dan nomor kontak kepada para peserta. Hal ini dapat dimanfaatkan bagi para peserta yang masih belum berani membuka diri untuk berkenalan langsung dengan sesama peserta pada saat acara berlangsung.
     Tak disangka, istilah jomblo yang selama ini sering digunakan bahan bercanda dalam pergaulan sehari-hari, dapat diketengahkan oleh Fortais menjadi topik yang layak untuk ditindaklanjuti secara serius. Di penghujung acara, ditampilkan pula sosok yang telah merasakan manfaat kegiatan Fortais dengan datang bersama pasangan yang telah resmi menjadi suami istri serta memberikan testimoni. Meski usia mereka tidak bisa dibilang muda lagi, setidaknya semangatnya untuk menghargai pernikahan sebagai sebuah upaya untuk beribadah layak untuk dicermati. 
 
     Bahkan dalam upaya menjangkau publik yang lebih luas, Fortais tak segan-segan untuk menerapkan startegi media relation untuk mengkomunikasikan programnya. Hal yang sederhana namun tepat adalah memilih Facebook fanpage sebagai social media untuk penerapan viral marketing. Bagaimana-pun juga, facebook masih menjadi media sosial yang mampu diakses oleh netizen dari berbagai karakteristik baik dari psikografi, demografi bahkan juga etnografi. Cara lain yang ditempuh addalah langkah standard di dunia kehumasan yakni dengan cara media rilis, media partner bahkan liputan audio visual seperti yang dilakukan oleh reporter TV swasta nasional seperti Metro TV. Selain 'Golek Garwo", saat ini program Fortais yang sudah sukses dijalankan sejak awal berdirinya dulu adalah "Nikah Bareng", sebuah kegiatan prosesi pernikahan unik yang telah berhasil menikahkan ratusan pasangan sejak 2010 silam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer