Langsung ke konten utama

Segarnya Pasar Muslim Indonesia

Syariah di dunia marketing saat ini tidak hanya bertindak sebagai arahan atau standardisasi untuk keabsahan suatu merk yang dibangun atau dibentuk sesuai kaidah dan ajaran agama islam saja. Syariah menjadi label yang muncul dalam ekspektasi audiens sebagai bagian dari produk atau merk yang layak mereka konsumsi. Keberadaan syariah sebagai label di dunia marketing ini, bagi penulis kemudian telah memunculkan insights atau beberapa pandangan para audiens akan merk yang mereka konsumsi sebagai berikut:

Harus Syar'i (Halal):
Karakteristik konsumen yang menginginkan hal-hal murni syariah. Audiens tipikal ini memiliki konsen untuk berusaha mematuhi ajaran yang disampaikan sesuai syariat Islam, tingkat ke-halal-an produk dan merk yang dikonsumsi-pun akan diperhatikan secara detil. Dalam dunia perbankan misalnya. Seorang konsumen yang menuntut totalitas syariah bisa saja mengajukan pertanyaan detil mengenai konsep bagi hasil bank tersebut. Bahkan bisa saja ketika dia menyimpan uang di bank (syariah) yang diharapkan hanya faktor keamanan saja, dia tidak mengharapkan bagi hasil. Dalam hal ini, contohnya bank Muamalat memberikan fasilitas produk Tabungan dengan skema Wadiah yakni tabungan yang tidak memberikan bagi hasil. Nasabah bisa merasa nyaman atas keabsahan nilai syariah dana yang disimpannya di bank tersebut.

Sumber gambar: bankmuamalat.co.id 


Syariah dan Kekinian:
Ada juga tipe audiens yang menginginkan mengkonsumsi produk syariah sebagai tuntutan label kekinian. Semenjak hijab tutorial marak di dunia maya, banyak netizen perempuan menganggap bahwa menggunakan hijab (mengikuti syariat Islam) adalah hal terkini yang harus diikuti supaya tidak ketinggalan trend. Keinginan audiens ini contohnya, sudah cukup diakomodir oleh produsen fashion hijab terkemuka seperti Dian Pelangi dan Jenahara. Pergerakan dua brand tersebut di dunia maya juga cukup gencar mengingat dari sanalah viral fashion hijab tersebut berasal.

Sumber gambar: jenahara.blogspot.co.id




Nyamannya Produk Halal:
Suatu produk dinyatakan halal tentu setelah melewati berbagai macam uji coba terutama secara klinis. Ketika sebuah produk telah dilabeli sesuai syariat yaitu halal maka konsumen akan merasa lebih nyaman untuk mengonsumsinya. Sekali lagi konsumen perempuan yang memiliki sifat dasar konsumtif namun selektif menjadi sasarn utama produk seperti ini. Disaat mereka ingin tampil cantik maka kecantikan merekapun harus alami dan mereka harus nyaman untuk tampil cantik. Seperti kemunculan kosmetik Wardah, label halal dan varian produknya ternyata tidak hanya diminati konsumen muslim saja. Mengapa demikian? sederhana saja, kosmetik halal membuat pemakainya merasa yakin produknya aman (karena bahan-bahan yang dinyatakan halal sudah tentu baik untuk dikonsumsi) dan tetap bisa untuk mempercantik diri.



Dari ketiga hal yang ditemukan penulis akan konsen audiens terhadap merk dan produk syariah, apakah pembaca memiliki konsen lain?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer

Cara Bercerita Leonie, Tako & Ruth Lewat Cupcakestory

  Pepatah lama pernah mengatakan “say it with flower!” Tapi sekarang, tiga ibu kreatif bernama Leonie, Ruth dan Tako dapat mengganti pepatah tersebut dengan “say it with cupcake!” Sebab produk cupcake dengan brand Cupcakestory yang mereka kreasikan memang menyajikan kue dalam wadah kecil – cup – yang dihiasi dekorasi penuh cerita sesuai dengan keinginan pemesannya, dikemas secara personal. Lalu, bagaimana usaha unik ini terbentuk dan apa latar belakang ketiga perempuan ini? Berawal dari Leonie, yang berlatar belakang wirausaha coffeeshop dan homestay yang ingin menjadi lebih produktif di masa pandemi. Perempuan bernama lengkap Leonie Maria Christianti ini sebenarnya sudah lebih dari satu dekade berkutat dengan dunia cupcake decorating namun belum pernah dibranding secara lebih serius. Saat pandemi muncul di quarter kedua 2020, Leonie memaksimalkan potensinya dengan mengadakan kelas online mendekorasi cupcake dan masih tanpa brand. Aktivitas yang dikerjakan Leonie membuat dua rekannya