Langsung ke konten utama

Strategi Internal Relations Perusahaan Paska Krisis


Belum pernah terbayangkan sebelumnya jika wabah virus yang menimpa sebuah kota di China pada akhir 2019 lalu mampu menyebar ke sebagian besar belahan dunia termasuk Indonesia di tahun 2020. Hal yang menjadi kekhawatiran bahkan bagi pihak-pihak yang tidak terkena penyakit dari virus tersebut adalah dampak ekonominya, terutama sektor industri hospitality & pariwisata.

Pada saat artikel ini ditulis, terlihat beberapa industri hospitality seperti perhotelan berupaya mengeksplorasi potensi yang dimiliki untuk tetap berjuang di tengah pandemik. Sebagai contoh dengan menawarkan menu catering box maupun frozen food. Strategi pemasaran menjadi pilihan ke-sekian dan lebih mendahulukan strategi untuk bertahan.

Ibarat peribahasa badai pasti berlalu, para pebisnis tentunya juga optimis pandemik yang berimbas pada krisis ekonomi ini juga akan berlalu. Setelah itu, tentunya banyak tantangan baru yang harus dihadapi khususnya di ranah internal public relations, yakni hubungan dengan para investor, jajaran manajemen dan para karyawan.

Dimulai dari hubungan perusahaan dengan investor, sebagai pihak yang memiliki harapan akan perkembangan sebuah usaha tempatnya berinvestasi, tentu ada keinginan untuk mendapatkan hasil yang baik setelah krisis berakhir. Supaya harapan para investor tidak berlebihan, perlu adanya keterbukaan informasi tentang kondisi selama krisis dan rencana pemulihannya dan target yang ingin dicapai. Pelaporan terkait perkembangan lebih baik dibuat skala yang lebih sering dari sebelum krisis, sehingga investor mendapat informasi transparan dengan frekuensi lebih banyak.

Dalam jajaran manajemen, perlunya sinkronisasi energi untuk memastikan jajaran manajemen tidak mengalami demotivasi. Bangun kepercayaan ke mereka bahwa perusahaan mulai bangkit dan peran serta mereka begitu dibutuhkan. Pimpinan dapat menyampaikan gambaran umum strategi baru yang akan dijalankan sehingga jajaran manajemen dapat membuat turunan strategi sesuai masing-masing divisi yang dipimpin.

Ranah karyawan yang juga tidak kalah sensitif akan memerlukan “tenaga” ekstra untuk memulihkan standard kinerjanya setelah banyak yang mengalami unpaid leave. Atau bahkan bisa jadi terdapat pula akhirnya yang memilih untuk mengundurkan diri karena merasa lebih nyaman menjalankan usahanya sendiri sebagai upaya “bertahan hidup” selama dirumahkan saat krisis terjadi. Jika dimungkinkan, untuk menjaga hubungan baik, usaha mantan karyawan tersebut dapat dijadikan mitra kerja atau vendor. Dari segi manajemen SDM, sementara diprioritaskan mengoptimalkan tim yang ada sebelum impulsif melakukan rekrutmen karyawan baru.

Melalui pandangan Public Relations, pembenahan pola komunikasi internal perlu diupayakan di awal untuk menunjang komunikasi di lingkup eksternal khususnya dalam hal komunikasi pemasaran. Internal sehat, eksternal berbuah manis, itulah harapannya.  



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Bercerita Leonie, Tako & Ruth Lewat Cupcakestory

  Pepatah lama pernah mengatakan “say it with flower!” Tapi sekarang, tiga ibu kreatif bernama Leonie, Ruth dan Tako dapat mengganti pepatah tersebut dengan “say it with cupcake!” Sebab produk cupcake dengan brand Cupcakestory yang mereka kreasikan memang menyajikan kue dalam wadah kecil – cup – yang dihiasi dekorasi penuh cerita sesuai dengan keinginan pemesannya, dikemas secara personal. Lalu, bagaimana usaha unik ini terbentuk dan apa latar belakang ketiga perempuan ini? Berawal dari Leonie, yang berlatar belakang wirausaha coffeeshop dan homestay yang ingin menjadi lebih produktif di masa pandemi. Perempuan bernama lengkap Leonie Maria Christianti ini sebenarnya sudah lebih dari satu dekade berkutat dengan dunia cupcake decorating namun belum pernah dibranding secara lebih serius. Saat pandemi muncul di quarter kedua 2020, Leonie memaksimalkan potensinya dengan mengadakan kelas online mendekorasi cupcake dan masih tanpa brand. Aktivitas yang dikerjakan Leonie membuat dua rekannya

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer