Langsung ke konten utama

Pemimpi(n)

sumber gambar - http://www.tembi.org/bothekan/2008-10-002.jpg


Seorang pemimpin pada setiap sektor, seharusnya memiliki level kecerdasan emosi yang lebih tinggi daripada bawahannya.
Apabila seorang pimpinan justru terpancing oleh emosi bawahannya yang meledak - ledak dan justru ditanggapi dengan lebih meledak - ledak lagi, kalo kayak gini mana bawahan, mana atasan, coba?.
.
Menurut gw, staf adalah aset berharga setiap perusahaan dimana naik turunnya profit akan sangat dipengaruhi oleh kinerja mereka.
.
Leader yang down to earth bukan berarti akan terlihat ngesot dan dijadikan mainan oleh staf mereka. Tapi leader seperti ini akan terlihat lebih elegan dan berusaha mengatur stafnya untuk bisa concern terhadap jobdesc mereka dan achieve atas target kinerja mereka sendiri tanpa adanya celoteh yg berkesan otoriter.
.
Secara signifikan berbeda dengan seorang leader yang masih redundant (rancu) dengan stereotype "kayak gimana sih seorang pemimpin?" Tipe pemimpin dadakan seperti ini akan mengira bahwa dengan muka garang dan komando penuh atas otoritasnya akan mampu menstimulasi kerja para bawahannya dan dihormati atas posisinya. Menurut gw, seorang leader harus sudah punya banyak triumph (tidak hanya victory points): kemenangan atas mengontrol emosi bawahannya karena emosinya sendiri sudah berada pada posisi proporsional sehingga mampu mengajak para staf tersebut untuk achieve terhadap target kinerja mereka masing - masing. THAT'S GONNA BE THE REAL TRIUMPH.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer