Langsung ke konten utama

Paternalistik Atau Karismatik? Bukan Pilihan Untuk Memimpin


Pada majalah SWA edisi September 2010 menampilkan headline “Momen Titik Balik”. Edisi tersebut sebanyak enam puluh persen (60%) mengulas tentang profil para Chief Executive Officer (CEO) dan pengusaha yang tetap konsen dengan tugasnya di saat sedang mengalami masa – masa kritis melewati cobaan hidup berupa penyakit. Salah satu profil yang “menggelitik” penulis untuk diulas melalui artikel ini adalah mengenai Direktur Power Generation - General Electric Energy yang memimpin di tingkat region Indonesia, Kamboja, Filipina dan Vietnam (4 negara). Direktur tersebut bernama Handry Satriago.
    Bukan hanya lantaran membaca profil Handry di SWA lalu penulis tertarik mengulas tipikal kepemimpinan beliau, melainkan setelah Handry mengirimkan email ringkasan disertasinya ke saudara kandung penulis (kakak) yang kebetulan wisuda bersamaan dengan Handry di fakultas ekonomi Universitas Indonesia, Agustus silam. Melalui disertasinya yang berjudul Examining the Followers’ Influence on Leader’s Performance: A “Reverse” Pygmalion Effect penulis akan mengulas tipikal kepemimpinan beliau yang bisa jadi telah diterapkan pada posisinya saat ini sebagai Direktur di General Electric.
    Dimulai dari efek Pygmalion: sebuah mitologi Yunani tentang filosofi berpikir positif, Handry menerapkan efek tersebut sebagai landasan dasar membangun performa-nya sebagai pemimpin. Vonis kanker dan keterbatasan gerak fisik karena menggunakan kursi roda tidak membuat semangatnya untuk mendedikasikan ilmu dan kemampuannya menurun.
    Pada awal disertasinya, Handry mengutip kata – kata dari Edith Warton (1902) “There are two ways of spreading light: to be the candle or the mirror that reflects it” , ada dua cara menyebarkan cahaya: menjadi lilin atau bisa juga menjadi cermin yang memantulkan cahaya itu. Cahaya sendiri merupakan lambang pengharapan. Mari kita korelasikan dengan tipe paternalistik pada diri seorang pemimpin. Paternalistik tidak dapat terlepas dari harapan – harapan yang dimiliki oleh pengikut atau bawahan kepada atasan yang memimpinnya. Tipe paternalistik juga kuat dipengaruhi oleh status quo yang ada di masyarakat (kebetulan kultur organisasi di empat Negara tempat Handry memimpin GE tidak banyak berbeda) bahwa pemimpin adalah tempat untuk berlindung dan bertanya. Hal ini juga didasari atas dasar adat kebiasaan masyarakat kita khususnya yang menginginkan suasana kekeluargaan yang kental. Melihat kutipan dari Edith Warton di atas, apabila pemimpin diibaratkan sebagai lilin maka peran paternalistik berlaku di sini yaitu pemimpin sebagai pemberi inspirasi dan karyawan menerapkannya untuk menjaga keterlangsungan misi dan visi sebuah perusahaan.
    Handry mengulik dari sisi yang beda tentang kutipan tersebut bahwa pengikut atau karyawan juga bisa menjadi lilin dengan memberikan ide atau inspirasi kepada atasan sehingga atasan dapat mengkomunikasikannya. Hal ini penulis artikan bahwa pemimpin sebaiknya tidak hanya dapat memberikan arahan (paternalistik) melainkan dia juga bias mengeksplorasi kemampuan bawahannya (kharismatik).
    Kembali pada cara Handri Satriago memimpin GE Energy di empat Negara, berdasarkan pengamatan penulis ata disertasi yang sudah ditulis Handry, Dia berusaha mengeksplorasi kemampuan karyawan yang ter-mindset sebagai pengikut dari pemimpin paternalis dengan mengeksplorasi kelebihan – kelebihan yang dimiliki Handry untuk dijadikan karisma pada dirinya.
    Bagaimana menciptakan karisma itu? Penulis mencoba menganalisis, yang pertama, sesuai dengan efek Pygmalion yang dijadikan bagian dari judul disertasinya, Handry selalu mengatur pola pikir positif sebagai direktur GE Energy. Dia tidak memikirkan sakit yang diidapnya, tidak memikirkan keterbatasannya dengan kursi roda tapi dia terpusat pada pandangan positif mengenai objek profesi dia: Direktur. Yang kedua adalah, Handry menganggap staf sebagai asset, seperti yang ditulis pada disertasinya “Leadership is a relationship between leader and follower. Leadership will be enacted if there is a relationship between leader and follower”. Dari pernyataan tersebut yang diterima oleh penulis adalah; pimpinan dimata seorang Handry Satriago harus saling melengkapi. Sebab bagaimana mungkin seseorang bisa disebut pimpinan kalau tidak mempunyai bawahan. Maka perlakuan terhadap bawahan sebaiknya tidak hanya satu arah saja. Instruksi memang berasal dari pimpinan, namun bukan berarti bawahan tidak dapat mengekspresikan keinginannya (followers’ endorsemen). Intinya kepemimpinan merupakan sebuah proses yang melibatkan pemimpin, pengikut dan situasi.
    Hal yang dapat disimpulkan oleh penulis, memadukan tipe kepemimpinan pternalistik dan karismatik adalah hal yang sangat esensial. Ketika seseorang dipercaya memimpin pada sebuah organisasi yang secara kultural membentuk pola kepemimpinan paternalistic seharusnya tidak serta merta memanfaatkan momen tersebut untuk pola kepemimpinan vertial saja. Demi menjaga kelangsungan visi dan misi organisasi serta efektifitas kinerja bersama, perlu memunculkan karisma dari seorang pemimpin dengan cara fokus pada tujuan positif dan pemeliharaan staf sebagai aset dengan cara mengarahkan mereka untuk mengeksplorasi kapabilitas masing – masing demi kemajuan bersama.



   


Komentar

Anonim mengatakan…
Où puis-je trouver les meilleurs cours d'écriture créative en ligne?

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi