Langsung ke konten utama

Level Hierarki Makna Dalam Kehidupan Eksekutif



Dinamika kehidupan eksekutif atau kaum intelektualitas pekerja setiap harinya dituntut untuk mampu memberikan informasi dan menyerap informasi secara efektif. Teori untuk mencapai pemahaman tersebut adalah Coordinated Management of Meaning (CMM), atau dalam bahasa Indonesia hal ini disebut Manajemen Koordinasi Makna.

Setiap orang membentuk makna atas setiap komunikasi atau interaksi yang dibentuk dengan orang lain tidak terlepas dari beberapa tingkatan level hierarki yang nantinya menjadi satu kesatuan dengan CMM (Manajemen Koordinasi Makna) itu sendiri. Tingkatan level hierarki itu sendiri antara lain: Isi, Tindak Tutur, Episode, Hubungan (kontrak), Naskah Kehidupan (autobiografi) serta Pola Budaya. Pada dasarnya level hierarki ini bukanlah aturan secara berurutan, karena yang terpenting adalah makna yang didapatkan pada tiap-tiap hierarki makna tersebut. Berikut, penulis akan mengeksplorasi contoh pada masing-masing hierarki makna dalam kehidupan kantoran yang dialami penulis sehari-hari.

Hierarki makna –Isi, merupakan langkah awal ketika data mentah dikonversikan menjadi makna. Selama beberapa kali pindah tempat bekerja, penulis merasakan berada pada level “isi” ketika menjadi calon karyawan baru; HRD melihat data berdasarkan dari CV dan mengolah makna apakah penulis cocok bekerja di perusahaan tersebut atau tidak.

Ketika sudah diterima menjadi karyawan dan perkenalan mulai dilakukan dengan karyawan lain, ada interaksi lain dalam ruang lingkup kehidupan kantoran tersebut seperti mendelegasikan atau didelegasikan sebuah pekerjaan, meminta bantuan rekan kerja, mengkritisi sebuah ide di rapat dan lain. Inilah yang disebut hierarki makna – Tindak Tutur.

Banyak interaksi selanjutnya akan muncul dalam kehidupan relasi di kantor, seperti negosiasi lintas departemen, munculnya conflict of interest, semuanya berawal dari level hierarki makna “Episode” yaitu segala tindak tutur yang memiliki awal.

Level hierarki makna berikutnya adalah Hubungan. Hubungan dapat dikatakan seperti kontrak, di mana terdapat tuntutan dalam berperilaku. Level hubungan menyatakan bahwa batasan-batasan hubungan dalam parameter tersebut diciptakan untuk tindakan dan perilaku. Interaksi dalam relasi kantor di level hierarki ini, sering penulis lihat antara peran manajer/ supervisor kepada bawahannya yang kadang bisa bertindak sebagai teman yang menampung keluh kesah bawahan dalam menghadapi pekerjaan mereka, namun juga harus tegas memberikan instruksi dan mendelegasikan pekerjaan.

Orang yang sudah punya pengalaman pekerjaan, biasanya akan menggunakan system kinerja yang positif di tempat kerja yang lama dan dikoordinasikan bersama tim di tempat kerja yang baru sebagai alternatif penyelesaian pekerjaan. Pola seperti itu juga masuk dalam level hierarki makna yang disebut dengan Naskah Kehidupan (autobiografi). Penjelasan dari hierarki makna ini adalah kelompok-kelompok episode masa lalu dan masa kini yang menciptakan suatu sistem makna yang dapat dikelola bersama dengan orang lain.

Kita kemungkinan juga sering mendengar tentang corporate culture yaitu pola budaya yang dibentuk oleh sebuah perusahaan untuk mencitrakan perusahaan tersebut di mata masyarakat. Dan level hierarki makna Pola Budaya ini tentu saja terbentuk secara integrasi dari level-level hierarki makna yang lain tersebut di atas dalam suatu ruang lingkup perusahaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

Part of Wregas Bhanuteja "Solitude" - Budi Pekerti

  Wregas Bhanuteja is back with his latest work, the film "Budi Pekerti" or internationally entitled as “Andragogy”. It has been shown in Indonesian cinemas on November 2, 2023. Wregas Bhanuteja acts as director, writer and producer here. In the film "Budi Pekerti", Wregas Bhanuteja raises the complex theme of education and family. This film tells the story of Mrs. Prani (Sha Ine Febriyanti), a counselling teacher who is running for deputy principal at a junior high school. She has a husband who suffers from bipolar disorder due to the pressure of a failed business during the Covid-19 pandemic. Wregas Bhanuteja succeeded in exploring the conflicting issues of social media ethics and mental health. This film also succeeds in presenting complex and relatable characters. Apart from that, Wregas Bhanuteja also succeeded in presenting stunning visuals in this film. This film is set in the city of Yogyakarta, and Wregas Bhanuteja succeeded in capturing the beauty of