Langsung ke konten utama

Apa Kata New York Tentang Cinta?


Year after years, thousands of twenty something girls arrive to New York for the reason of two – L – Labels and Love… When trends always come and go, but friendship is never out of style”


Carrie Bradshaw, seorang jurnalis gaya hidup majalah Vogue adalah sentral dari serial Sex & The City yang beredar luas di dunia pada tahun 1998-2004 dengan lisensi penayangan oleh HBO (Hollywood Box Office). Carrie-lah yang terus menerus mengucapkan kata-kata yang seperti tercantum di atas pada awal dan akhir serial tersebut berlangsung. Berawal dari tema besar yang diusung oleh Sex & The City tentang cinta dan gaya hidup di Manhattan-New York, penulis sajikan ulasan yang menyampaikan doktrin cinta dan korelasinya dengan propaganda budaya populer.
            Sebuah teori menarik tentang cinta yang dikemukakan oleh Robert Sternberg, cinta adalah sebuah kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan (Tambunan, 2001). Sex & The City adalah kumpulan kisah tentang cinta yang menggambarkan persepsi tokoh-tokoh di dalamnya tentang minat dan perasaan mereka akan arti hubungan cinta dan persahabatan. Proses penggambaran tersebut, dapat dilihat dari kutipan dialog di serial ini:
Carrie: He was like the flesh and blood equivalent of a DKNY dress -- you know it's not your style, but it's right there, so you try it on anyway.
Carrie, to Big: You can't leave New York! You're the Chryslar Building! The Chryslar Building would be all wrong in a vineyard!
Dari kutipan yang pertama, Carrie mendeskripsikan memilih pria idamannya seperti mengenakan gaun DKNY yang bukan tipenya tapi ternyata cocok. Pada kutipan yang kedua, Carrie mengasumsikan Big kekasihnya memiliki karakter seperti Chryslar Building yang menjadi salah satu symbol kemegahan New York. Meski cinta adalah suatu perasaan yang terkadang sulit untuk diungkapkan, tapi deskripsi Sex & The City tentang cinta sangat mengorientasikan penonton drama TV tersebut untuk mengkorelasikan cinta dengan materi.
            Lalu, efek apa yang secara fakta sudah muncul dengan doktrin cinta dan gaya hidup New York yang disimbolkan melalui Sex & The City? Baru-baru ini muncul pemberitaan yang berasal dari Inggris, seorang gadis bernama Christina Saunders yang dalam sepuluh tahun belakangan telah mencatat kegiatannya bersetubuh dengan seribu pria. Hal itu dilakukannya karena terobsesi dengan tokoh Samantha Jones (sahabat Carrie) sebagai seorang perempuan yang sukses berkarir dan selalu lebih berkuasa terhadap pria dalam kisah cintanya. Dikabarkan kini Saunders lebih memilih banyak diam dan menyesali obsesi yang pernah dijalankannya tersebut.
            Dampak dari doktrin tentang cinta yang dimunculkan oleh Sex & The City, berkorelasi dengan teori yang dikemukakan oleh Paul Hauck yang menyatakan kebutuhan cinta merupakan fase sementara dalam pertumbuhan manusia dan merupakan penggerak ke fase-fase selanjutnya. (Hauck, 1993). Dalam hal ini, penulis sampaikan bahwa seharusnya kebutuhan akan cinta kita orientasikan untuk tujuan yang lebih bermanfaat sehingga akan mengembangkan fase-fase yang bermanfaat juga buat diri kita. Hal tersebut seperti merujuk pada teori cinta yang lebih baik lagi dari Erich Fromm tentang cinta yang dewasa adalah penyatuan didalam kondisi tetap memelihara integritas seseorang, individualitas seseorang. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya, yang menyatukan dirinya dengan yang lain.(Fromm, 2005).
            Apa yang media ungkapkan dengan apa yang dikemukakan para ahli tentang cinta tentu saja sangat berbeda. Sex & The City berani mengkorelasikan cinta dengan barang-barang fashion bermerk karena memang produk-produk tersebut menjadi sponsor drama televisi itu. Anda ingin cinta yang dinamis? Kehidupan yang ideal dengan persahabatan yang menawan? Jadikan kehidupan New York sebagai bagian dalam mimpi Anda dan inilah Sex & the City! Hanya sebatas itulah yang disajikan drama yang dianggap fenomenal ini.

Sumber:
          Fromm, Erich. 2005. The Art Of Loving. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
www.allgreatquotes.com/sex_andthe_city_quotes.shtml
Tambunan, Raymond. 2001. CINTA. Search : http://www.e-psikologi.com/remaja/cinta.htm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi