Langsung ke konten utama

Feminisme Di Balik Abaya & Niqab

 

Tercipta memiliki kecantikan, itulah perempuan. Sebagaimana kecantikan yang sudah melekat padanya semenjak lahir, dalam Islam, perempuan disebutkan memiliki tiga perhiasan yang melekat dalam dirinya. Tiga perhiasan itu adalah; perhiasan jiwa, perhiasan jasmani dan perhiasan eksternal. Perhiasan jiwa seperti ilmu dan keimanan, perhiasan jasmani adalah kekuatan dan penampilan fisik serta perhiasan eksternal seperti harta dan kekuasaan.

Sesuai kodratnya, pada dasarnya setiap perempuan menyukai berhias dan perhiasan. Tidak hanya perhiasan jiwa dan jasmani saja yang ingin mereka lengkapi, melainkan juga perhiasan eksternal yang akan mampu membuat mereka tampak punya kuasa atas peran mereka sebagai perempuan. Kuasa itulah yang dalam tulisan ini penulis sebut sebagai feminisme.

Seperti diberitakan dalam harian Republika edisi Kamis, 23 Juni 2011, 40 wanita Arab mengampanyekan program Women2Drive sebagai upaya membebaskan hak perempuan Arab mengemudikan mobil. Kontroversi akan gerakan ini dimunculkan oleh sekelompok organisasi pemuda muslim di Saudi Arabia dengan juru bicara Hattan Ras yang menyatakan “Kami akan mengambil gambar mereka dan memberikan kepada polisi pelat nomor mereka berikut waktu dan tempat dimana mereka melaju. Mereka perempuan yang melawan syariah dan Dewan Tinggi Ulama dan kami akan melakukan apa saja untuk menjaga mereka dari jalanan". Namun tampaknya bagi aktifis Women2Drive ini, kata “menjaga” tersebut justru menghambat kelancaran hak mereka sebagai perempuan dalam hal penyama rataan gender. Apalagi dalam akun twitter @Women2Drive disampaikan bahwa salah satu perempuan Arab bernama Manal Al Sharif dipenjara karena telah mengendarai mobil pada pertengahan bulan Mei silam. Melalui kampanye dan meminta perhatian public dalam social media seperti youtube, twitter dan facebook, akhirnya Manal dibebaskan pada 31 Mei 2011.

Peran perempuan muslim, khususnya di Saudi Arabia dilambangkan dengan abaya, yakni jubah penutup yang berfungsi menutup lekuk tubuh sekaligus menjadi pelindung kulit di daerah Timur Tengah, ada juga niqab yang digunakan oleh sebagian perempuan berupa penutup muka. Atribut tersebut merasa wajib mereka kenakan sebagai perwujudan ketaatan terhadap agama dan menghargai peran laki-laki yang dalam Al Quran disampaikan kewajibannya menjaga istri dan perempuan yang muhrim dengannya untuk menggunakan pakaian tertutup. Jadi, selain sebagai bagian untuk melindungi dirinya, penggunaan atribut ini juga merupakan wujud ketaatan perempuan muslim terhadap syariat. Dalam hal ini, menurut penulis, para aktivis tersebut merasa tidak salah untuk menuntut hak mereka supaya bisa menyetir mobil sendiri mengingat keinginan perempuan untuk menghias eksternal diri mereka dengan optimalisasi peran mereka sebagai perempuan yang mempunyai kuasa atas diri mereka sendiri.

Di belahan dunia bagian lain, Amerika Serikat, sebut saja Amina Wadud yang membuat gebrakan dengan melakukan sebuah kegiatan di luar kelaziman yang biasa dilakukan oleh perempuan muslim. Dilakukan di sebuah kota besar yang dianggap menjadi bagian dari mimpi seluruh penduduk dunia: Manhattan, New York, pada 18 Maret 2005, Amina Wadud memimpin (menjadi imam) pada sebuah sholat Jumat dengan jamaah tidak hanya perempuan melainkan juga laki-laki. Dalam gerakan feminisme Islam, nama Amina Wadud cukup mendominasi. Lalu, siapakah dia sebenarnya?

Amina Wadud adalah seorang muslimah Amerika kelahiran 1952 yang telah banyak mengambil studi formal tentang kajian Islam. Pendidikan terakhir yang dia tempuh adalah studi tafsir Qur’an di Cairo University serta filsafat Islam di Universitas Al Azhar. Banyak buku telah dihasilkan oleh Amina Wadud. Salah satunya adalah “The Gender Jihad”.

Dalam bukunya, Inside The Gender Jihad, ia menulis bahwa ia telah menjadi the single parent lebih dari 30 tahun bagi empat orang anaknya. Hal ini, menurutnya, merupakan awal jihadnya dalam memperjuangkan hak-hak keadilan bagi para wanita Islam. Beberapa Konsep Keadilan Jender (Gender Justice) dalam Al-Qur`an oleh Amina Wadud diuraikan beberapa hal terkait dengan ayat-ayat tentang keadilan jender dalam al-Qur`an serta sejumlah kontroversi hak dan peran wanita yang kerapkali ditafsirkan sebagai bentuk superioritas pria atas wanita yang berhubungan dengan kasus Women2drive di Saudi Arabia.

1.  Penciptaan manusia
Meskipun terdapat perbedaan antara perlakuan terhadap pria dan perlakuan terhadap wanita ketika al-Qur`an membahas penciptaan manusia, Amina berpendapat tidak ada perbedaan nilai esensial yang disandang oleh pria dan wanita. Oleh sebab itu tidak ada indikasi bahwa wanita memiliki lebih sedikit atau lebih banyak keterbatasan dibanding pria.

Semua catatan al-Qur`an mengenai penciptaan manusia dimulai dengan asal-usul ibu-bapak pertama : “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu-bapakmu dari surga..”(QS, 7:27). Amina menjelaskan bahwa kita menganggap ibu-bapak kita yang pertama serupa dengan kita. Meskipun anggapan ini benar, tetapi tujuan utama bab ini lebih menekankan pada satu hal: proses penciptaan mereka. Semua manusia setelah penciptaan kedua makhluk ini, diciptakan di dalam rahim ibunya.

2. Persamaan Ganjaran di Akhirat
Laki-laki dan wanita adalah dua kategori spesies manusia yang dianggap sama atau sederajat dan dianugerahi potensi yang sama atau setara. Tak satupun terlupakan dalam al-Qur`an sebagai kitab petunjuk bagi umat manusia yang mengakui dan mempercayai kebenaran yang pasti. Al-Qur`an menghimbau semua orang beriman, laki-laki dan perempuan untuk membarengi keimanan mereka dengan tindakan, yang dengan begitu mereka akan diganjar dengan pahala yang besar. Jadi, Al-Qur`an tidak membedakan pahala yang dijanjikannya.

Dalam menjelaskan QS, 40:39-40, (wa man ‘amila shalihan min dzakarin aw untsa wa huwa mukmin fa ulaika yadkhuluna al-jannah), Amina menekankan kata man dan ulaika. Kedua kata tersebut mengandung pengertian netral, tidak laki-laki dan tidak pula khusus perempuan. Sehingga masing-masing manusia akan memperoleh ganjaran bukan berdasarkan jenis kelamin, melainkan atas tindakan yang dilakukan oleh setiap individu.

Merujuk pada dua prinsip kesetaraan gender yang dikemukakan oleh Amina Wadud itulah yang melandasi gerakan feminisme oleh umat muslimah di Negara-negara lain meskipun ada modifikasi dan gerakannya tidak se-ekstrim yang dilakukan oleh Amina Wadud. Women2drive sendiri sekedar berkeinginan memiliki kesempatan seperti pria dalam hal tidak adanya perbadaan yang esensial dalam hal penciptaan antara pria dan wanita sehingga tidak layak wanita memiliki lebih banyak keterbatasan untuk melakukan sesuatu dari seorang pria. Banyak juga gerakan feminism muslimah yang berlandaskan melihat perjuangan istri-istri nabi Muhammad yang turut memimpin  perang dengan gagah di atas kuda seperti Aisyah dan Nasibah binti Ka’Ab.

Oleh penulis, kampanye kesetaraan gender seperti Women2drive sebaiknya tidak dianggap sebagai wujud perlawanan perempuan terhadap syariat dan juga kaum laki-laki. Menyambungkan dengan apa yang ditulis oleh Syasya Azisya dalam bukunya Rich Mom Poor Mom tentang ghirah (semangat) bagi para perempuan muslim, penulis berpikir bahwa gerakan seperti Women2drive direalisasikan untuk membangkitkan semangat di kalangan muslimah.

Menurut Syasya Azisya, ghirah atau semangat perlu ditumbuhkan pada setiap kaum muslimah secara konsisten dan sebaiknya berlandaskan pada tiga hal yaitu: dengan mengingat manfaatnya, dengan reward and punishment untuk diri sendiri dan dengan bergabung di komunitas yang mendukung. Oleh sebab itu daripada menghadapi gerakan seperti Women2drive dengan frontal, lebih baik diberikan pendampingan yang merujuk pada tiga hal tersebut supaya keyakinan para muslimah terhadap peran pria (muslimin) tetap terjaga dan semangat mereka tetap eksis secara konsisten.

Daftar Pustaka
Al Hilwi, Abir Ayyub. The Beauty of Woman. Bekasi: Duha Khasanah, 2009
Ali Quthb. Wanita-wanita Penghias Surga. Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004
Azisya Syasya. Rich Mom Poor Mom. Depok: Penerbit Etera, 2010
Wadud, Amina. Inside the Gender Jihad, Women’s Reform in Islam. England: Oneworld Publications, 2006
http://en.wikipedia.org/wiki/Amina_Wadud
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi