Langsung ke konten utama

For Pleasure Seekers!




Ingin merasa istimewa dan memiliki gaya kelas atas serta mengutamakan kenikmatan hidup (pleasure), itulah karakter yang dijadikan target pasar utama dari es krim Magnum. Tentu sangat sesuai bila es krim yang menganggap dirinya premium ini mengusung tagline: for pleasure seekers yang berarti sesuai bagi pencari kenikmatan hidup sejati.
            Dalam pelaksanaan Integrated Marketing Communication-nya, Magnum terbilang sukses untuk meraih target pasar yang diinginkan. Banyak program yang dijalankan untuk semakin “mendekatkan” Magnum di kalangan pleasure seekers, antara lain: Above The Line meliputi TV Commercial, Billboard, Iklan media cetak; Below The Line meliputi beberapa brand activation dan juga loyalty program. Untuk mengakomodir keinginan pleasure seekers, Magnum juga menyediakan varian rasa dalam produknya. Meski begitu ada beberapa jenis produk yang begitu ditonjolkan promosinya seperti Magnum Gold?! contohnya.
            Mari kita perhatikan “serangan” IMC dari Magnum melalui Above The Line:

TV Commercial & Billboard

“Damn!!” Itulah ungkapan penulis ketika melihat TVC Magnum Gold keluar pertama kali. Menyajikan konsep yang out-of-the-box dengan mengkonsep iklan seperti layaknya sebuah trailer film box office membuat iklan ini mampu mencuri perhatian orang yang melihatnya. Kehadiran TVC Magnum Gold dengan konsep trailer film action ini juga didukung dengan keberadaan billboard yangg hadir di jalan-jalan besar perkotaan dengan menonjolkan Benicio Del Torro serta Caroline Correa sebagai endorser produk ini. Dengan demikian, “as good as GOLD” diupayakan untuk mendoktrin target konsumen tentang value es krim ini melalui TVC juga billboard-nya.

Brand Activation

            Ingatkah Anda dengan iklan pertama Magnum yang bercerita tentang seorang perempuan yang merasa penat di dalam sebuah kereta commuter, namun setelah menyantap es krim Magnum dia merasa suasana menjadi nikmat dan nyaman dan dia diperlakukan layaknya putri bangsawan di istana dengan suasana nan royal? Konsep itulah yang diusung Magnum Cafe sebagai bagian dari brand activation es krim Magnum supaya engagement dengan target konsumennya dapat terjalin lebih erat. Sebab, tujuan utama brand activation memang untuk membuat target konsumen memiliki keterikatan secara emosional dengan brand yang sedang dibangun kegiatan IMC-nya tersebut. Konsep Magnum Cafe yang semi permanen di mall-mall mewah di kota besar membuat pelanggan di kota lain menantri kehadiran Magnum Cafe di kota mereka. Impact yang didapatkan tentu saja adalah word of mouth dan citra for pleasure seekers bagi es krim Magnum semakin kuat.

            Ada pula “Tweet For Gold Invitation” yang diadakan sebagai bentuk brand activation es krim Magnum. Pemanfaatan social media twitter masih dirasa cukup efektif untuk dijadikan sarana utama dalam kegiatan ini. Kemewahan-pun tetap ditawarkan oleh Magnum dalam konsep kegiatan ini yakni mengajak pleasure seekers mendapatkan kesempatkan menonton konser simfoni orkestra bersama Magnum.

Loyalty Program

Pada dasarnya, loyalty program terbilang sesuatu hal yang umum di dalam pelaksanaan IMC, namun Magnum tetap menjalankannya karna bagaimanapun juga, setiap orang masih merasa bangga apabila dianggap pelanggan prioritas.

            Berbagai macam channel (alur promo) yang dijalankan oleh es krim Magnum seperti melalui iklan TV, media cetak, activation dan sebagainya ini menurut penulis telah mampu membuat pleasure seekers merasa semakin di-nyamankan dengan Magnum melalui sebuah gaya hidup yang lux and passionate.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer