Langsung ke konten utama

Menyelami Kreativitas Indonesia


Rempah-rempah boleh-lah pernah dirampas oleh penjajah, kesenian kita bisa diakui oleh negara lain. Tapi 1 hal yang tidak akan pernah habis adalah kreativitas. Memang sudah banyak perjuangan untuk membebaskan diri dari penjajah, memperjuangkan hak cipta kesenian budaya yang diklaim negara lain namun kreativitas bangsa tidak akan bisa diambil atau ditiru secara identik oleh negara lain. Inilah yang membanggakan dari Indonesia, bangsa-nya tidak pernah berhenti untuk berkreasi.
     Dalam sektor ekonomi, kreativitas saat ini menjadi suatu komoditi yang sangat menguntungkan dan mampu memberikan kontribusi secara signifikan bagi perekonomian negara. Geliat Usaha Kecil Menengah dan Industri Kreatif mulai mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah menjadi begitu perhatian dalam pemberdayaan UKM dan industri kreatif ini karena secara fakta industri ini tidak tergantung hutang luar negri, menggunakan sumber daya lokal serta berorientasi ekspor.
        Penulis percaya bahwa insan di UKM serta industri kreatif ini memiliki nilai unik dalam mengembangkan usaha kreatif mereka yaitu mengusung kearifan lokal sehingga mampu membuat bisnis mereka sustainable. Sebagai contohnya adalah apa yang telah dilakukan para pelaku industri kreatif di desa wisata Kasongan Yogyakarta. Mereka yang terkenal dalam pembuatan kerajinan keramik dan gerabah ini harus memulai lagi bisnis mereka dari nol bahkan minus ketika gempa bumi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 telah menghancurkan usaha mereka.

sumber gambar: nvidiandy.blogspot.com 

      Meskipun telah hancur, masyarakat Kasongan berpikir bagaimana caranya supaya bisnis mereka mampu bangkit kembali meski sempat dalam waktu tiga bulan paska gempa tidak ada pergerakan sama sekali. Walau produk keramik dan gerabah berisiko mudah hancur ketika terjadi gempa namun mereka tetap fokus pada bisnis ini. Hal tersebut dilakukan karena secara filosofis, desa wisata Kasongan merupakan warisan dari Kyai Song, salah satu pengikut pangeran Diponegoro yang mengembangkan pembuatan gerabah dan tembikar di kawasan tersebut pada tahun 1675 untuk pembuatan peralatan dapur. Baru kemudian pada tahun 1875 mulai dikembangkanlah produk gerabah untuk celengan dan hiasan dinding. Sekarang mereka percaya bahwa tidak hanya kawasan kasongan saja yang diwariskan terhadap mereka melainkan semangat dan kreativitas nenek moyang mereka juga telah diturunkan pada mereka. Bahkan kini nilai ekspor produk Kasongan sudah jauh melampaui nilai ekspor sebelum gempa Mei 2006 silam dan prospek tersebut sudah tampak pada tahun 2009, sebuah perjuangan yang luar biasa.
      Penulis yang menulis artikel ini dalam rangka Lomba Blogging Marketeers, memiliki mimpi untuk bisa menyelami potensi-potensi kreatif lainnya di berbagai belahan Nusantara yang kaya akan ragam budaya ini. Terus kreatif dan semangat Indonesia-ku!

Komentar

Zainab mengatakan…
Setuju dengan penulis, kreatifitas tidak akan habis, selama kita terus dan terus mencari ide-ide baru. Tetap semangat ya! Good luck!

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer