“The earth is my mother and on her bossom I will recline”
Kutipan tersebut di atas diungkapkan oleh seorang
tokoh filsafat bernama Tecumseh. Membaca kutipan tersebut, kita diarahkan untuk
memahami bahwa bumi ini bertindak sebagai induk (ibu) untuk keberlangsungan
umat yang hidup di dalamnya sehingga sepantasnya untuk dijaga.
Kent Wertime, CEO Ogilvy
Interactive Asia sebuah anak perusahaan konsultan periklanan besar dunia,
Ogilvy & Mather, melalui bukunya yang berjudul Building Brands and Believers mengungkapkan bahwa, dalam
pemasarannya sebuah perusahaan sebaiknya menerapkan prinsip “Ibu” sebagai lambang
kebaikan, kemurnian, pengasuhan dan kehangatan. Karena seperti yang telah kita
lihat saat ini teknologi dan rekayasa telah menjadi bagian yang integral dari
banyak hal yang dikonsumsi konsumen. Ini tidak hanya berkaitan dengan
produk-produk mekanis, tetapi juga produk-produk makanan dasar. Pertimbangkan,
misalnya jumlah pemrosesan yang dilalui oleh banyak produk yang dipajang di
rak-rak supermarket atau meningkatnya jumlah tanaman hasil “rekayasa genetik”.
Konsekuensinya, walaupun teknologi merupakan kekuatan yang penting dalam
industri modern, sebagian besar konsumen menentang proses-proses nonalamiah
yang berlebihan. Dalam sejumlah kasus, teknologi justru menjadi fokus
kecurigaan konsumen.
Mengingat peran teknologi
tidak bisa dilepaskan dalam industri modern saat ini, maka fungsi dari Corporate Social Responsibility (CSR) dapat
mengikis fokus kecurigaan konsumen terhadap teknologi yang digunakan industri
tersebut sekaligus turut menjaga keberlangsungan perusahaan dan juga alam.
Beruntunglah bagi para profesional di bidang komunikasi yang konsen terhadap
implementasi CSR bagi perusahaannya. Karena saat ini, tanggung jawab sosial
perusahaan adalah permasalahan bisnis yang makin penting.
Lalu, siapakah yang
sebaiknya terlibat dalam praktik tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR itu
sendiri? Idealnya, praktik CSR haruslah melibatkan seluruh stakeholder dari
perusahaan tersebut, yang terdiri dari:
·
Pemegang saham/
pemilik
·
Pelanggan
·
Pemasok
·
Masyarakat sipil
(LSM dan kelompok aktivis penekan)
·
Komunitas
·
Pemerintah dan
pembuat undang-undang
Keterlibatan LSM dan atau
kelompok aktivis penekan dalam pelaksanaan CSR tampak penting bila melihat
kasus yang menimpa perusahaan pembuat boneka Barbie 2011 silam. Saat itu
organisasi greenpeace mengecam Barbie karena dianggap telah berkontribusi dalam
perusakan alam karena melakukan penebangan hutan sebagai bahan dasar pembuatan
kardus kemasan mainan anak tersebut. Sehingga selayaknya Barbie juga harus
memperhatikan aspek-aspek yang menjadi kepedulian masyarakat sipil dan
kelompok-kelompoknya sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahannya.
Sebenarnya, komunikasi
tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR dapat memberikan pengaruh terhadap
cara brand atau perusahaan tersebut
menghadapi pelanggan. Saat ini, hanya sedikit yang telah dilakukan pada
penggunaan nilai tanggung jawab sosial perusahaan untuk pelanggan. BodyShop,
Co-operative Bank, Ben and Jerry menjadi terkenal karena mereka itu luar biasa
dan khas meskipun secara praktek individual berbeda. Namun mereka memiliki
nilai-nilai non-bisnis atau origin
yang membuatnya mampu menonjol dari mayoritas perusahaan lainnya.
Mengapa praktik tanggung
jawab sosial perusahaan yang dijalankan nama-nama tersebut di atas dapat
dianggap sukses? Karena mereka mampu mengintergrasikan esensi dari CSR dengan
peran stakeholder-nya. Apakah esensi dari CSR? Sebelum menuju ke sana, mari
kita lihat fenomena yang terjadi saat ini tentang era Image War atau perang citra yang membuat peran, fungsi dan tugas Public Relations (PR) dari sebuah
organisasi, perusahaan atau lembaga semakin diperlukan. PR-lah yang membentuk,
meningkatkan dan memelihara citra dan reputasi organisasi/ perusahaan di mata
stakeholder-nya. Kegiatan PR berupaya untuk terus menerus memperoleh dukungan
dan simpati publik agar keberadaan organisasi/ perusahaan bisa terus
berlangsung dan memberikan kontribusi yang berguna bagi publik internal maupun
eksternal.
Secara konseptual, CSR
adalah bagian dari PR. Sebelumnya, kegiatan PR yang bertujuan untuk membentuk
dan memelihara hubungan dengan komunitas disebut Community Relations (Hubungan Komunitas) dan Community Development (pemberdayaan Masyarakat). Sehingga kegiatan
CSR harus dilakukan dengan mengacu pada kedua konsep hubungan tersebut. Serta,
kegiatan PR melalui CSR adalah khusus bagi komunitas yang memerlukan bantuan
dalam mengembangkan kinerjanya dan pemberdayaan berbagai pilar CSR seperti
pilar pendidikan, pilar ekonomi, pilar lingkungan, pilar sumber daya manusia,
pilar keamanan, pilar kesehatan, pilar budaya, pilar agama dan lain sebagainya.
Community
Development
Community Development atau pemberdayaan
masyarakat adalah salah satu bentuk aktualisasi CSR. Biasanya program ini
dilakukan oleh perusahaan atas dasar sikap dan pandangan yang telah ada
(inheren) dalam dirinya yaitu sikap filantropis (kedermaan). Umumnya perusahaan
memiliki sikap tersebut atas dasar dua motif: altruisme dan self interest. Sayangnya pendekatan altruisme yakni sifat
mementingkan kepentingan orang lain masih belum menjadi kebiasaan banyak
perusahaan. Sebagian besar pengambil keputusan di perusahaan memandang
filantropi sebagai pencerahan atas kepentingan pribadi (self interest).
Metodologi
yang benar dalam pelaksanaan comdev harus dimulai dari “Parcipatory Rural Appraisal” (PRA). Dengan PRA diharapkan dapat
memberi gambaran yang lebih faktual dan detail tentang kondisi masyarakat, baik
dalam dimensi ekonomi, epndidikan, kesehatan, tersedianya basic infrastruktur, keberadaan serta aktivitas kelembagaan lokal
maupun masalah-masalah pengangguran. DI samping itu, dengan PRA juga diharapkan
akan lebih menjamin bahwa masyarakat yang dimaksud telah dilibatkan dalam
perencanaan Community Dvelopment (Achda,
2006).
Community
Relations
Community Relations atau hubungan
komunitas merupakan suatu perencanaan lembaga, aktif dan partisipasi yang terus
menerus dengan dan dalam sebuah komunitas untuk memelihara dan meningkatkan
lingkungan agar keduanya, baik lembaga maupun komunitas memperoleh manfaat
(Baskin, Aronolf dan Lattimore, 1997: 274).
Penerapan CSR di perusahaan menjadi semakin penting
dengan munculnya konsep sustainable
development dari World Comission on
Environment and Development. Hal ini tercermin dari definisi CSR yang
diberikan oleh the Organization for Economic Cooperation and Dvelopment (OECD),
yakni sebagai dampak lanjutan penerimaan konsep CSR dalam kerangka sustainable development maka seluruh
dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan
harus dilaporkan dalam sustainable report
mereka. Report ini akan menggambarkan sejauh mana tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap para pemangku kepentingan mereka (Tanri Abeng, dalam
Kartini. 2009: XI-XII).
Merujuk
pada konsep yang ideal, tentu ada standardisasi dalam penerapan CSR. Terdapat
lima dasar dari Corporate Social
Responsibility Management System Standards (CSR MSSs) yang muncul dari Customer Protection dalam Global Market Working Group Report
sebagai dasar untuk penerapan yang efektif pada setiap prinsip CSR adalah:
1. Mengidentifikasi dan menyeleksi substansi dari norma
dan prinsip yang relevan oleh ribuan perusahaan
2. Cara-cara mendekatkan jarak antar-stakeholder oleh
aktivitas perusahaan dalam kaitannya dengan peningkatan tanggung jawab sosial
perusahaan dan pendekatan dalam implementasi
3. Proses dan sistem untuk menjamin efektivitas
operasional dari komitmen CSR
4. Teknik-teknik untuk verifikasi kemajuan ke depan dari
komitmen tanggung jawab sosial
5. Teknik-teknik untuk stakeholder dan laporan publik serta komunikasi
Implementasi
3P
Keberadaan
suatu perusahaan tentu berorientasi pada P yang pertama yaitu Profit. Namun
ternyata untuk menjaga keberlangsungan sebuah perusahaan, orientasi pada Profit
saja tidaklah cukup, perusahaan perlu memiliki konsentrasi juga terhadap People
(sosial) dan juga Planet (lingkungan). Konsep
penerapan 3P ini sebenarnya adalah simpulan yang bisa didapat dari
uraian-uraian sebelumnya mengenai penerapan CSR yang ideal.
Konsep 3 BL yang diumpamakan oleh Engklington 3P Bahwa 3P ( PROFIT, PEOPLE, PLANET) harus saling terkait satu sama lainnya jika salah satu
komponen ditinggalkan akan menimbulkan ketidakseimbangan sehingga menimbulkan
dampak ekonomi, sosial dan lingkungan.
Mengingat kembali mengenai
mitologi ibu bijak dalam pemasaran, maka dengan berorientasi pada pemeliharan
kasih ibu berupa apa yang ada di alam ini melalui pemberdayaan masyarakat dan
lingkungan sosial, diharapkan keberlangsungan perusahaan dapat terus terjaga.
Daftar
Pustaka
Achda, B. Tamam. 2006. Konteks Sosiologis Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR)
dan Implementasinya di Indonesia. (Makalah). Seminar Nasional: A Promise of
Gold Rating: Sustainable CSR, Jakarta. 23 Agustus 2006
Kartini, Dwi. 2009. Corporate Social Responsibility. Bandung: Refika Aditama.
Ardianto, Elvinaro, Dr., M.Si. & Machfudz, Dindin
M., Drs. 2011. Efek Kedermawanan Pebisnis
dan CSR. Jakarta: Elex Media Komputindo
Wertime, Kent. 2003. Building Brands & Believers. Jakarta: Penerbit Erlangga
Gregory, Anne. 2004. Public Relations Dlam Praktik. British Institute of Public
Relations. Jakarta: Penerbit Erlangga
Komentar