Coba
sebutkan nama-nama bioskop di kota Anda? Adakah Cinema21 atau XXI di antaranya?
Sedikit kilas balik sekitar dua puluh tahun lalu, penulis mengenal “Cepu
Theatre” satu-satunya bioskop di Cepu, kota kecil penghasil minyak di Jawa
Tengah, tempat penulis lahir dan besar. Saat itu menjadi momen yang tidak
terlupakan ketika setiap Sabtu siang jelang sore penulis bersama anak-anak lain
seumuran penulis
menunggu mobil penyebar selebaran iklan bioskop lewat di depan rumah kami untuk
berebut mengambil brosur promo film terbaru yang disebar. Kami begitu antusias
mengkoleksi brosur-brosur film tersebut yang diantaranya adalah film favorit
kami yakni Saur Sepuh yang telah dibuat beberapa sekuel-nya. Cepu Theatre itu
memiliki bangku panjang sebagai kursi penonton yang diatur berundak-undak seperti
layaknya pengaturan kursi bioskop masa sekarang.
Kini, hal yang penulis
ketahui tentang bioskop adalah gedung dengan pintu kaca, beralas karpet tebal
sehingga membuat orang yang masuk ke dalamnya tidak ingin sembarangan memakai
alas kaki, kursi penonton dengan sandaran yang nyaman, pop corn dengan aroma
lelehan menteganya yang khas, layar putih yang mengembang sempurna memancarkan
gambar film dan tak ketinggalan kualitas suara dolby. Deskripsi yang khas
tersebut bagi penulis identik dengan bioskop XXI.
Iya,
penulis mengetahui XXI sebagai sister
brand dari bioskop Cinema21 yang telah berkembang lama di Indonesia serta
memiliki banyak cabang di berbagai kota besar di negara ini. Lalu, kenapa
penulis lebih memilih XXI sebagai tujuan utama saat menonton film dan bukan
Cinema21 yang merupakan kakaknya? Alasannya cukup sederhana, karena di Jogja,
kota tempat tinggal penulis sekarang, XXI lebih sering menayangkan film Box Office Hollywood yang kebetulan
lebih penulis gemari dibandingkan Cinema21 yang lebih banyak menayangkan film
Indonesia. Lagipula layar di XXI lebih lebar daripada di 21 sehingga membuat
penulis ketika menonton film merasa lebih mantap di XXI.
Meskipun terlahir setelah Cinema21
berkembang besar, namun XXI juga dapat tumbuh sebagai kelas bioskop premium
dari jaringan bioskop 21 yang tersebar di seluruh Indonesia. Tingginya awareness publik terhadap positioning XXI sebagai kategori bioskop
premium tentu tidak lepas dari perjuangan Cinema21 yang berhasil menjadi
pelopor bioskop dengan desain ruangan nyaman dan selalu menayangkan film-film Box Office terbaru sehingga mampu
memberikan kesegaran bagi para penikmat film di beberapa kota besar. Positioning yang dibentukoleh XXI tidakterlepasdariteori Phillip
Kotler yang mengungkapkan positioning sebagai
suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat citr aproduk dan hal-hal yang ingin
ditawarkan oleh perusahaan sehingga berhasil mendapat posisi yang khusus dalam pikiran
sasaran pasarnya.
Cinema21 apabila dikorelasikan dengan mitologi kuno
seperti yang diungkap Kent Wertime dalam bukunya yang berjudul Building Brands and Believers, maka
brand ini memiliki karakter sebagai The
Creator atau pencipta. Secara mendasar, pencipta mewakili pesan-pesan
universal mengenai inspirasi kreatif dan potensi dari imajinasi. Figur
pencipta-pun akan muncul sebagai dinamika abadi karena dia adalah ikon dari
kekuatan penemu dan kreativitas. Sehingga ketika Cinema21 membuat brand baru bernama XXI yang muncul
sebagai segmen premium, audiens atau publik secara naluriah langsung memahami
kemungkinan munculnya ide baru tersebut dan menyambutnya dengan gembira.
Menurut penulis, XXI juga telah sukses mewarisi “DNA” pendahulunya yaitu
Cinema21 meski di antara mereka memiliki perbedaan karakter yang berpengaruh
pada segmentasi audiens atau target konsumen.
Keberadaan
XXI sebagai “adik’ dari Cinema21, apabila penulis korelasikan dengan formula
dari Markplus Institute of Marketing
mengenai managing brand system bases on
branding strategy and hierarchy, maka Cinema21 telah menjalankan “Branded
Benefits” yang merupakan suatu manfaat atau keunggulan tertentu yang ingin
ditonjolkan oleh perusahaan dengan pemberian merk tertentu. XXI sebagai suatu
merk dalam positioning yang
dibentuknya bertujuan untuk melayani para penikmat film dengan cara sophisticated yang berarti
mewah, nyaman dan semuanya itu priceless.
Memang
saat ini XXI menjadi tujuan utama penikmat film Box Office Hollywood di Jogja. Di kota besar lain seperti Bandung
dan Jakarta sebenarnya sudah muncul pesaing sejak beberapa tahun belakangan
yakni Blitz Megaplex. Tentu saja, anugerah yang dimiliki jaringan grup bioskop
Cinema21 sebagai creator telah
membuat perusahaan ini mengakar kuat di benak auidens-nya. Namun sebaiknya hal
ini tidak memunculkan brand arrogancy
bagi mereka. Sebagai salah satu konsumennya, penulis melihat berbagai fasilitas
sophisticated yang dimiliki bioskop
XXI belum diimbangi layanan sophisticated
dari CS-nya yang masih banyak beberapa di antaranya kurang rela untuk sekedar
memberikan seutas senyum bagi para pelanggannya. Padahal, positioning premium yang diusung bioskop XXI seharusnya mampu
mengenali juga karakter konsumen premium yang lebih menyukai pelayanan secara excelent.
Daftar
Pustaka
MIM Academy Team. Brand Operation. 2010. Esensi-Kelompok Penerbit Erlangga: Jakarta
Wertime, Kent. Building Brands & Believers. 2003. Penerbit Erlangga: Jakarta
Komentar