Langsung ke konten utama

Politic Finesse


Kita sering mendengar pepatah “ bila ingin abadi, tulislah sebuah buku”. Sedikit menimpali pepatah tersebut, penulis memiliki pemahaman baru mengenai “keabadian” yakni “jika ingin abadi, berpolitiklah”. Kesannya memang begitu empiris-materialis sekali. Namun jangan berprasangka buruk terlebih dahulu. Mari kita kaji substansi dari politik dan membuat nama seseorang menjadi seolah-olah abadi meskipun dia sudah mati.

Kodrat manusia sebagai mahluk sosial (homo homini socious) memang benar adanya, namun tidak dipungkiri politik akan menjadi bumbu di dalamnya. Politik tumbuh menjadi momok bagi publik karena pelaku politik yang menjalankan misi homo homini lupus atau manusia adalah serigala bagi sesamanya telah membuat politik yang semula sebagai seni bersosialisasi menjadi senjata dalam bersosialisasi.

Penulis coba kutip pemikiran dari St. Thomas Aquinas yang mengembangkan pemikiran Aristoteles mengenai dasar filsafat politik adalah alam (nature):

... semua makhluk dalam tingkatan tertentu, terlibat dalam hukum alam sejauh mereka mendapatkan dari hukum tersebut kecenderungan tertentu pada tindakan –tindakan dan tujuan-tujuan yang pantas bagi mereka. Tetapi, di antara makhluk-makhluk tersebut, makhluk rasional (manusia) tunduk pada hukum ketuhanan dengan cara yang khusus; mereka sendiri adalah pelaku dalam hukum ini, dalam arti mereka mengendalikan tindakan mereka sendiri serta tindakan makhluk lain.

Dalam kutipan pemikiran St. Thomas Aquinas tersebut tampak hakikat politik adalah mengenai kendali, kendali yang dijalankan manusia atas hukum ketuhanan terhadap diri sendiri maupun manusia yang lain. Kutipan ini seolah-olah identik dengan pola kepemimpinan. Namun bagi penulis, menjadi seorang yang menjalankan politik tidaklah harus menjadi pemimpin. Karena mengendalikan lebih berkorelasi dengan memiliki kuasa atas sesuatu/ seseorang, sedangkan pemimpin sendiri bisa dikendalikan oleh politik (yang idealnya tunduk pada hukum ketuhanan).

Mengenai dasar politik terhadap hukum ketuhanan, secara “kulit” hal ini sangat mudah dicitrakan oleh pelaku politik saat ini. Dengan demikian, secara substansi, hal tersebut juga bisa dirasakan melalui hukum ketuhanan. Melakukan telaah atau literasi terhadap citra politikus tentang peran politiknya yang berdasar hukum ketuhanan akan sulit bila landasan yang kita cari hanyalah dari hukum “kemanusiaan” belaka.

Di Indonesia yang etnis-nya “Divergent” ini, memang memiliki tantangan yang cukup besar dalam meliterasi hukum ketuhanan di ruang lingkup politik. Bagi penulis, satu hal yang perlu diyakini dalam menjunjung hukum ketuhanan di ranah politik adalah antar pemain politik tidak bisa menyombongkan hukum ketuhanan yang mereka usung. Karena dengan begitu, bukankah substansi dari hukum ketuhanan dalam politik itu sendiri akan hilang? Dan alur politikpun kemudian akan mengacu pada misi homo homini lupus. Meski demikian, selayaknya untuk menjadi pribadi yang punya “peran” kita tidak boleh memandang politik dengan stigma negatif karena kita harus berkutat di dalamnya dan berusaha menjalankannya dengan substansi hukum ketuhanan.

Daftar Pustaka
Aquinas, Thomas. 1944. Basic Writings of St. Thomas Aquinas. New York: Random House

Schmandt, Henry, J. 1960. Political Philosophy. USA: The Bruce Publishing Company

Komentar

Ron mengatakan…
Pendapat yang menarik. :)

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer

Cara Bercerita Leonie, Tako & Ruth Lewat Cupcakestory

  Pepatah lama pernah mengatakan “say it with flower!” Tapi sekarang, tiga ibu kreatif bernama Leonie, Ruth dan Tako dapat mengganti pepatah tersebut dengan “say it with cupcake!” Sebab produk cupcake dengan brand Cupcakestory yang mereka kreasikan memang menyajikan kue dalam wadah kecil – cup – yang dihiasi dekorasi penuh cerita sesuai dengan keinginan pemesannya, dikemas secara personal. Lalu, bagaimana usaha unik ini terbentuk dan apa latar belakang ketiga perempuan ini? Berawal dari Leonie, yang berlatar belakang wirausaha coffeeshop dan homestay yang ingin menjadi lebih produktif di masa pandemi. Perempuan bernama lengkap Leonie Maria Christianti ini sebenarnya sudah lebih dari satu dekade berkutat dengan dunia cupcake decorating namun belum pernah dibranding secara lebih serius. Saat pandemi muncul di quarter kedua 2020, Leonie memaksimalkan potensinya dengan mengadakan kelas online mendekorasi cupcake dan masih tanpa brand. Aktivitas yang dikerjakan Leonie membuat dua rekannya