Langsung ke konten utama

Meningkatkan Produktivitas Tim Dengan Coaching


Kegiatan rutin apa yang sering dilakukan supervisor terhadap tim-nya? Dalam divisi sales misalnya, hal rutin yang dilakukan oleh seorang supervisor dan jawaban paling sering untuk pertanyaan di kalimat pertama paragraf ini muncul adalah seperti briefing, mapping target, evaluasi serta appraisal. Namun tanpa disadari, peran supervisor terkadang penting untuk tidak terlalu terlihat superior di antara tim-nya.
     Coaching, salah satu trik pengelolaan SDM yang bisa menjadi sarana untuk mendukung tim mencapai performa terbaiknya. Menurut Graham Alexander dan Ben Renshaw (penulis buku Supercoaching), coaching merupakan suatu pendekatan individu untuk mengurangi intervensi yang menghambat potensi kerja seseorang untuk memberikan performa terbaik. Namun selayaknya coaching tidak hanya diberikan pada tim yang kurang produktif saja. Memang dalam kasus untuk tim yang kurang produktif tentu memerlukan coaching lebih intensif. 
     Supaya agenda coaching tidak membuat tim merasa seperti di-kepo masalahnya, berikut beberapa hal yang bisa dicoba dalam menjalankan coaching di kalangan supervisor:

Make Friends Outside The Office
     Pada dasarnya peran kita sebagai mahluk sosial di luar urusan pekerjaan tidak bisa disandingkan dengan urusan kantor. Namun hubungan interpersonal yang lebih mudah dibentuk di luar kantor itu mampu menumbuhkan rasa kepercayaan antar tim di lingkungan pekerjaan. Supervisor tidak harus selalu mentraktir ketika membuat acara santai di luar jam kantor beserta tim-nya karena ini adalah acara antar-teman. Suasana yang cair dari luar kantor tersebut dapat lebih mudah digunakan supervisor untuk bertanya tentang hal-hal yang dialami oleh tim-nya ketika bekerja, baik yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan terutama yang berhubungan dengan pihak luar seperti klien.

Never Judging
     Upayakan untuk tidak mengeluarkan pernyataan "itu kamu yang salah" ketika tim kita mengalami kendala dalam pekerjaannya dikarenakan mengambil langkah yang kurang tepat. Biarkan mereka belajar dari setiap langkah yang mereka pilih, sebagai supervisor, ketika hal ini terjadi, coba kita ajak mereka diskusi bagaimana untuk mengatasi masalah yang timbul tersebut. Setidaknya memberikan tanggung jawab kepada tim untuk penyelesaian masalah yang telah mereka buat itu akan lebih membuat mereka tertangtang untuk meningkatkan performa daripada sekedar menyalahkan.

Example & Link Back
     Sebagai supervisor, tentu kita pernah berada dan menghadapi masalah di posisi mereka, jangan ragu untuk memberikan contoh hal buruk maupun hal baik yang pernah kita lakukan dalam mencari alternatif penyelesaian masalah. Buat mereka berpikir untuk menemukan hal yang aplikatif untuk diterapkan pada masalah yang dihadapinya atau bisa juga sebagai langkah antisipatif.

     Overall, sebagai supervisor yang memiliki supervisi atau visi yang lebih dibandingkan dengan tim maka itulah fungsi kita untuk membantu tim memperkaya visi mereka. Dengan visi yang semakin kuat dalam tim, tidak diragukan performa anggota tentu akan meningkat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer