Langsung ke konten utama

The AXElerate & Scented Keenan Pearce


Membangun branding dengan story telling bukanlah hal yang asing lagi saat ini. Tapi, siapa bilang kalau alur branding dengan cara ini hanya cocok untuk segmentasi perempuan saja? Kita bicara tentang AXE, produk body spray deodoran yang segmentasinya didominasi oleh kaum adam ini mulai mengikuti alur story telling dalam kegiatan branding-nya.
     Bertahun-tahun kita disuguhi imej AXE sebagai merk deodoran  dengan aroma seducing, seperti ditampilkannya iklan tentang pria yang selalu menarik hasrat para wanita (secara seksual) setelah mereka menyemprotkan deodoran AXE ini pada badan mereka. Kini, AXE dengan cara yang lebih sophisticated, membangun cerita tentang karakteristik brand-nya melalui kampanye AXElerate. 
     Adalah Keenan Pearce, satu dari tiga endorser varian terbaru dari deodoran AXE ini. AXE yang mulai membranding produknya dengan kampanye cowok kalem, mengajak Keenan untuk membangun story telling akan imej baru AXE tersebut, ditambah lagi adanya sentuhan imaji sutradara Angga Dwimas Sasonggo dalam AXElerate Web Series makin menghidupkan nuansa elegan dalam cerita yang disajikan.

     Cerita yang diperankan Keenan dalam AXElerate Web Series, sudah tidak lagi menampilkan gaya cowok AXE yang hanya sebatas menonjolkan sex appeal semata. Dalam hal ini aroma AXE dicitrakan sebagai bagian dari gaya hidup akselerasi yang mendukung si aktor untuk membangun cita dan cintanya. AXE senantiasa hidup dalam setiap kisah yang dialami Keenan sebagai si aktor untuk mengiringi akselerasi hidupnya. Gambaran AXElerate yang dicitrakan AXEpun bukanlah hal yang instan karena cowok adalah sosok yang diharapkan penuh perjuangan, demikian pula story telling yang dikembangkan dalam web series tersebut.
     Selain Keenan Pearce, endorser lain yang dipercaya AXE antara lain Chicco Jericko dan Arifin Putra. Lalu menurut Anda, apakah kini AXE telah berhasil menggeser imej yang dulu sudah diciptakan dengan imej terkini berupa aroma cowok kalem?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer

Cara Bercerita Leonie, Tako & Ruth Lewat Cupcakestory

  Pepatah lama pernah mengatakan “say it with flower!” Tapi sekarang, tiga ibu kreatif bernama Leonie, Ruth dan Tako dapat mengganti pepatah tersebut dengan “say it with cupcake!” Sebab produk cupcake dengan brand Cupcakestory yang mereka kreasikan memang menyajikan kue dalam wadah kecil – cup – yang dihiasi dekorasi penuh cerita sesuai dengan keinginan pemesannya, dikemas secara personal. Lalu, bagaimana usaha unik ini terbentuk dan apa latar belakang ketiga perempuan ini? Berawal dari Leonie, yang berlatar belakang wirausaha coffeeshop dan homestay yang ingin menjadi lebih produktif di masa pandemi. Perempuan bernama lengkap Leonie Maria Christianti ini sebenarnya sudah lebih dari satu dekade berkutat dengan dunia cupcake decorating namun belum pernah dibranding secara lebih serius. Saat pandemi muncul di quarter kedua 2020, Leonie memaksimalkan potensinya dengan mengadakan kelas online mendekorasi cupcake dan masih tanpa brand. Aktivitas yang dikerjakan Leonie membuat dua rekannya