Langsung ke konten utama

The Exquisite Brands Exposure at Crazy Rich Asians


Sering memang kita mengetahui iklan yang disisipkan dalam adegan film. Tapi rasanya akan menjadi hal yang mengganggu bila pemain dalam film tersebut menampilkan aktivitas atau dialog yang benar-benar seperti menunjukkan sebuah iklan, seperti membayar belanjaan dengan kartu kredit hingga di-zoom jenis kartu kredit yang digunakan. Saat menonton film Crazy Rich Asians yang muncul sejak akhir Agustus 2018 lalu, entah iklan atau tidak tapi beberapa brand ternama yang muncul dalam film ini begitu menarik perhatian penontonnya.

  1. Vogue. Secara explisit, majalah high end ini memang tidak dimunculkan dalam film Crazy Rich Asians. Tapi namanya disebut di dalam cerita film ini. Pada bagian pemotretan keluarga sepupu Nick Young yang bernama Eddie Chen. Pada scene tersebut, Eddie menggerutu dengan istrinya yang hanya mampu melobi majalah Vogue HongKong padahal dia ingin foto keluarganya terpampang di Vogue Amerika. Sebagai sebuah media cetak, Vogue yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 1892. Dalam The New York Times edisi Desember 2006, digambarkan Vogue sebagai "majalah mode yang paling berpengaruh di dunia
  2. Richard Mille. Bagi yang bermata jeli, coba perhatikan ada satu scene ketika Eleanor Young yang diperankan Michelle Yeoh mengenakan jam tangan vintage Richard Mille seri Daytona Chronograph. Richard Mille sendiri terbilang brand jam tangan mewah yang usianya masih "muda" dibanding produk serupa yang berusia senior. Didirikan oleh Richard Mille pada tahun 1999, sebelumnya, pria kelahiran tahun 1951 yang lulusan ilmu marketing tersebut pernah bekerja di perusahaan jam tangan lokal bernama Finhor lalu tahun 1981 perusahaan tersebut dibeli oleh perusahaan jam bernama Matra. Saat Finhor diakuisisi Matra, Richard Mille dijadikan co-founder untuk menjalankan bisnis tersebut.
  3. Rolex. Konflik pemeran pembantu dari sudut Astrid Leong dan suaminya Michael, mampu menarik perhatian tersendiri bagi penonton film ini, terutama pesan moral soal komunikasi pasangan dalam rumah tangga. Tidak hanya itu, konon adegan Astrid memberi hadiah ke Michael berupa jam tangan Rolex MK15 Oyster Newman produksi tahun 60an membutuhkan energi extra dibalik layar. Perlu penjagaan ekstra untuk jam tangan seharga US$ 17.8 juta tersebut.
  4. Marchesa. Ingin tampil berkesan sebagai "a valuable bitch", seolah-olah hal itu yang ingin ditunjukan tokoh Rachel Chu saat mengenakan gaun rancangan Marchesa pada scene pernikahan Amintara & Collin. Marchesa sendiri juga merupakan rumah mode yang terbilang masih muda karena didirikan pada tahun 2004 oleh Georgina Chapman & Keren Craig. Tentu hal ini berkesan bagi Marchesa ketika sebagai ikon fashion high end yang terbilang muda, dia mampu bersanding dengan brand-brand high end senior lainnya di film ini seperti Ralph Lauren, Dior maupun Gucci.
  5. Malaysian Proud. Ini bukanlah nama sebuah brand, tapi berbagai sumber menyampaikan bahwa tokoh sentral "prince of charming" si Nick Young dalam film ini mengenakan berbagai setelan hasil rancangan desainer lokal Malaysia. Meski demikian tidak dapat dipungkiri, segala outfit yang dikenakan Nick terlihat dapper & stunning.

Konon Singapore Airlines menolak menjadi sponsor film ini karena dikhawatirkan Crazy Rich Asians menjadi film yang kurang diminati. Akhirnya adegan kabin mewah dalam penerbangan kelas pertama armada fiktif bernama "Pacific ASEAN Airlines" didesain oleh desainer produk muda dari Indonesia yang bernama Teddy Setiawan, sepatutnya kita juga turut berbangga mengetahui berita ini.


Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Vogue_(majalah)
https://en.wikipedia.org/wiki/Richard_Mille
http://www.marchesa.com/about
https://www.msn.com/en-ph/entertainment/celebrity/7-things-you-didn’t-know-about-the-new-movie-crazy-rich-asians/ar-BBLTEnI
https://www.voaindonesia.com/a/karya-desain-teddy-setiawan-angkat-kemegahan-film-crazy-rich-asians/4572422.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer