Langsung ke konten utama

Dewi "Little Garden" Between Architecture & Plant Based Food Couture


Dear gentle readers, you may see Dewi “Little Garden” as polite as Kartini and brave in actions like Srikandi. She is the figure whom Ardhi Widjaya & Co met on a drizzly afternoon at Warung Jembarati, where she serves plant-based menus from her “Little Garden” kitchen. For her, architecture is an adrenaline rush, but plant based foods is her passion in life to develop this culinary business.

At the beginning of their final year of college, Dewi and her husband, who was still a potential husband to be at that time, started to build the Banyu Bening Deco, a business for architectural and interior design & furniture services. The business was developed by the two of them to prepare for the wedding expenses. However, as the business progressed, because at that time it received a lot of criticism, so Dewi tried to find opportunities for other businesses while still carrying out her architectural services.

In order to achieve satisfaction for the work she made, after marriage, Dewi and her husband  buy land at Sleman-Yogyakarta and design the architecture of their own property. Dewi asked her husband to conceptualize a house design with a "warung" area. Dewi's husband agreed and at the same time advised her to make food that they could enjoy without feeling anxious by using non-manufactured ingredients instead.

Dewi then made a menu that was considered "healthy" but when she met Bapak Wied Harry, she got a lot of input on how to standardize healthy dishes. At that time, Dewi still used fish and meat in her processed menus. Later in its development, many vegan consumers came to eat Dewi's concoction menu. Since Dewi knew that there was a lot of vegan culture in Bali, Dewi, who named her culinary brand “Little Garden”, had a comparative study in Bali and met Bapak Made Runatha and saw how big the potential of vegan food in Bali.

Namaste Satay, a vegan signature dish by Little Garden kitchen

Since 2015, Dewi has brought Little Garden to focus on plant based foods and the market response has been very good. The rapid development of Little Garden made her husband participate in this healthy culinary industry and disabled Banyu Bening Deco architectural services since 2017. When management was assisted by her husband, Little Garden was better managed and delegated quite well to the team. This makes Dewi to feel the need to explore her competence so she doesn't feel bored.

One of Dewi brava creation in architecture design

Moreover, in mid-2021, heavy rains caused Dewi and her husband's house to suffer some damage and had to be renovated. Dewi then took the initiative to contact her colleague who is a contractor and Dewi designed the architectural renovation of her own house. Unexpectedly, at the end of 2021 there were colleagues who were also interested in making architectural designs so that Dewi be able to handle. Since then Banyu Bening Deco has bounced back with Dewi as the vanguard and Little Garden takes her husband as an Avant-Garde.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOCIAL JUDGMENT THEORY OLEH MUZAFER SHERIF

Apa yang muncul dalam benak Anda ketika mendapatkan tawaran kredit 0% dari sebuah produk kartu kredit? Bisa macam – macam, mulai dari muncul pertanyaan “Do I need this?”, nanti kalau terlambat pembayaran bunganya akan membumbung, kok bisa bunga 0%? Ah jadi curiga sama banknya nih, bagus dan menarik (sekedar pernyataan begitu saja) atau malah “Aku mau!”. Dari beberapa frasa tersebut, mana yang menurut Anda paling sesuai dengan diri Anda? Dengan begitu, dapat diketahui mengenai Teori Penilaian Sosial (Social Judgment Theory) yang muncul dari perspektif Anda tentang kredit bunga 0% kartu kredit tersebut. Social Judgment Theory (selanjutnya disebut SJT) dipopulerkan oleh Muzafer Sherif, seorang psikolog yang berasosiasi dengan Oklahoma University (meninggal 16 Oktober 1988). Teori ini berarti sebuah penilaian atau pertimbangan atas pesan yang diterima dengan membandingkannya terhadap isu terkini. EGO LATITUDES: ACCEPTANCE, REJECTION & NON COMMITMENT Ungkapan – ungkapan

Langkah Forriz Hotel, Sejalan Dengan Perkembangan Bisnis di Yogyakarta

Yogyakarta kini, selain masih kental dengan julukan kota pelajar dan budaya juga sudah berkembang menjadi kota bisnis. Majemuk-nya masyarakat yang tinggal maupun berkunjung di Jogja telah membuka banyak peluang potensi bisnis dan juga wisata, tak terkecuali industri ramah-tamah seperti perhotelan. Forriz hotel adalah salah satu bagian yang turut andil dalam merespon potensi bisnis di kota yang juga dikenal dengan kota sejuta kenangan. Dimiliki oleh PT Forriz Sentral Gemilang, hotel yang terletak di Jln. HOS Cokroaminoto No. 60 Pakuncen, Yogyakarta ini hadir memenuhi permintaan pasar industri ramah-tamah di Yogyakarta mulai bulan Juni 2017 silam. Saat itu Forriz hotel melakukan soft opening pada tanggal 26 Juni 2017 guna merespon permintaan pasar pada momentum lebaran di tahun tersebut. Sebagai hotel bisnis dengan peringkat bintang 3+, Forriz hotel memiliki fasilitas sebanyak 116 kamar dengan klasifikasi superior, deluxe dan suite. Untuk mendukung aktivitas bisnis,  disedi

HIPERSEMIOTIKA

Berbicara mengenai hipersemiotika, akan menjadi terasa terlampau jauh apabila belum menguraikan mengenai apa itu semiotika. Dimulai dari Umberto Eco yang mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu untuk berdusta (lie). Maksud definisi Umberto Eco tersebut adalah “bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya sesuatu tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga pada dasarya tidak dapat digunakan untuk mrngungkapkan apa-apa”. Merujuk pada apa yang dinyatakan Umberto Eco tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain sebagai teori kedustaan, semiotika juga menjadi sebuah teori kebenaran.         Sebagai teori kedustaan sekaligus teori kebenaran,  semiotika digunakan untuk mempelajari tanda yang ada dalam segala aspek sosial untuk mengungkap kedustaan atau kebenaran itu sendiri. Hal ini berkorelasi dengan apa yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure yang menyampaikan bahwa semiotika mer